Penjelasan Bu Retna

Seorang laki laki berperawakan tinggi, mengenakan jas berwarna biru tua berjalan di koridor menghampiri Kaza. Itu Deva. Untungnya suasana saat itu sudah masuk jam kbm jadi hanya sedikit siswa yang berada di luar kelas.

“Mas datengnya kelamaan ga?” tanya Deva. Kaza menggelengkan kepalanya, “Engga kok, mau aku ceritain sekarang atau ketemu bu Retna dulu?”

“Coba kamu ceritain dulu,” Deva menunjuk salah satu kursi panjang di koridor, “Duduk di sana aja ya.”

Setelah duduk, Deva kembali membuka percakapan. “Jadi?”

“Aku udah cerita kan dulu sama mas kalo ada siswa yang suka ngebully?” Deva mengangguk menandakan ia ingat.

“Dia anaknya bu Retna.” Deva terkejut mendengar pernyataan Kaza.

“Anak kepsek? Ngebully? Gimana bisa?”

“Ya karna dia anggap sebagai anak kepsek dia jadi bisa seenaknya. Ga ada satupun yang berani buat ngelawan dia mas. Waktu itu aku ngebela anak yang dibully mas, terus aku juga ngedorong dia sampe jatoh. Aku yakin sakitnya ga seberapa, dia ngelaporin aku ke Bu Retna. Aku dipanggil dan dapet SP satu,” ucap Kaza.

Deva benar benar menyimak penjelasan Kaza, “Terus? Ini kenapa sampe kamu suruh mas ke sekolah?”

Kaza menghela nafasnya, menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi. “Tadi pagi sebelum bel masuk, dia sengaja senggol aku yang lagi pegang minuman dan tumpah sampe rok aku basah banget. Ini aku pake rok punya Oliv. Ya karna aku kesel, aku siram aja dia pake sisa minuman tadi. Terus ya mas, dia malah ngadu,” gerutu Kaza yang disahut dengan kekehan Deva.

“Ya ampun, dia ngadu padahal dia yang mulai? Terus ibu nya minta panggil orang tua? Wah, gimana dia kalo tau kamu adiknya Jerian ya,” ujar Deva.

Kaza merenggut kesal, memang tidak habis pikir dengan kelakuan ibu dan anak itu. “Yauda kalo gitu, mas temuin bu Retna dulu ya. Kamu ikut atau tunggu disini?”

“Aku ikut deh, mau tau bakal ngaduin aku apa ke mas Dev,”

Keduanya berjalan ke salah satu ruang di lantai satu yang bertuliskan Ruang Kepala Sekolah.


Setelah keduanya dipersilahkan duduk, Deva mendapat sambutan senyum dari Bu Retna tapi tidak dengan Kaza.

“Perkenalkan, saya Retna sebagai kepala sekolah disini. Anda siapa nya Kazalea ya pak?” tanya bu Retna.

Deva dan Kaza saling melirik hingga Deva menjawab pertanyaan tersebut, “Saya Deva, kakak sepupu dari Kazalea. Kebetulan saya yang wakilkan karna orang tua Kaza tidak bisa hadir.”

Bu Retna menganggukan kepalanya mengerti. “Jadi ada apa ya bu? Apa Kazalea ada masalah?” tanya Deva.

“Begini pak Deva, Kazalea ini murid baru disini tetapi sudah melakukan keributan pak,” jawab Bu Retna.

“Keributan apa ya bu?”

“Pertama, minggu lalu Kazalea ini mendorong salah satu siswa di kantin pada jam istirahat pak hingga siswa tersebut mengaduh kesakitan dan dibawa ke UKS.”

Kaza melotot mendengar ucapan bu Retna, bisa bisanya hanya laporan ia mendorong Clara tetapi bu Retna tidak mendapat laporan bahwa anaknya melakukan pembullyan.

“Kedua, tadi pagi saya mendapat laporan lagi bahwa Kazalea ini menyiram siswa itu lagi dengan es jeruk pak. Saya rasa jika dibiarkan Kazalea ini bisa menimbulkan masalah yang lebih parah.” Deva memandang bu Retna dengan tatapan aneh.

“Lalu apa yang ingin ibu lakukan terhadap Kazalea?”

Bu Retna memandang Kaza sekilas lalu kembali menghadap Deva, “Saya tidak akan memberikan hukuman yang berat apalagi mendiskors Kazalea. Saya minta pak Deva untuk memberi tahu Kazalea ini untuk tidak melakukan keributan di sekolah ini, karna itu bisa mengganggu kenyamanan siswa disini.”

Kaza ersenyum sinis setelah bu Retna menyelesaikan ucapannya. Benar benar tak habis pikir, bagaimana bisa bilang kalau dirinya bisa membuat sekolah menjadi tidak nyaman. 'Keterlaluan, gimana bisa papa percaya sama orang kayak gini.' batinnya

Deva mengangguk paham, “Jadi cuma itu saja? Saya rasa ini bukan masalah yang begitu besar, saya pikir Kazalea melakukan hal yang fatal seperti melakukan pembullyan hingga ibu memanggil orang tua dari Kazalea.”

Raut wajah bu Retna menampakkan sedikit keterkejutannya ketika Deva menekankan kata 'pembullyan' ia menutupi rasa kagetnya dengan sedikit tersenyum. “Bapak tenang saja, saya bisa pastikan tidak ada kasus pembullyan di sekolah ini.”

Kaza membuang pandangannya ke arah lain, 'Bullshit'.

Setelah menjelaskan hukuman apa yang diberikan dan berpamitan, Kaza dan Deva pun keluar dari ruangan tersebut.

Di luar ruangan, Deva tertawa pelan, “Baru loh kali ini mas nemu kepsek aneh kayak gini.”

“Ya gimana mas, ibu sama anak sama sama aneh.”

“Yauda kalo gitu mas balik ke kantor ya. Kalo suatu saat dipanggil lagi kabarin mas aja,” ujar Deva.

Kaza menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, “Sip, makasih ya mas maaf ngerepotin.”

“Santai aja Za.”

Setelahnya, Deva pergi meninggalkan Kaza dan kembali ke kantor. Sedangkan Kaza segera kembali ke kelas dan melanjutkan kegiatan belajar mengajar.