mazcchiato

Jerian duduk di sofa ruang tengah, ia tidak masuk kerja hari ini. Dirinya menunggu Kaza keluar kamar untuk makan. Jerian tahu Kaza sangat terpukul dengan kenyataan yang ada, dirinya pun begitu.

Semalam Jerian membiarkan Kaza menangis sepuasnya dipelukan Jerian. Menumpahkan air mata yang selama ini Kaza tahan dan simpan sendiri. Hatinya sakit karena kenyataan yang sebenarnya tentang kepergian kedua orangtuanya dan juga sakit melihat Kaza yang menangis sambil sesekali berucap meminta maaf menyebut mama dan papa.

Kecelakaan itu memang terjadi setelah kedua orangtuanya pergi menghadiri sebuah acara event salah satu perusahaan. Harusnya Jerian ikut hadir saat itu, namun ia menggantikan Atla untuk memimpin sebuah meeting.

Berkali kali Jerian menyalahkan diri sendiri. “Harusnya gue yang hadir di acara itu. Harusnya gue yang mati. Kaza masih butuh mama sama papa.”

Tak terasa air matanya menetes, hanya sebentar lalu buru buru ia hapus karna mendengar suara bel.

'Mungkin itu Karin dan Oliv,' pikirnya.

Jerian melangkahkan kakinya menuju pintu. Yang datang memang Karin dan Oliv.

Setelah dipersilahkan masuk, Karin dan Oliv berjalan menuju lantai dua dimana kamar Kaza berada. Meninggalkan Jerian yang memilih masuk ke kamarnya.

“Bang Je abis nangis ya?” bisik Oliv.

“Iya kayanya, sedih banget pasti.”


Tok tok tok

Karin mengetuk pintu kamar Kaza namun tak ada jawaban.

“Za .... ini gue sama Oliv, boleh masuk?”

Lagi lagi tak ada jawaban.

“Buka aja,” ucap Oliv.

Tangan Karin memegang knop pintu dan ternyata Kaza tidak mengunci pintunya.

Dapat Karin dan Oliv lihat sosok Kaza yang sedang duduk di atas kasur membelakangi pintu.

“Kaza .... “

Karin dan Oliv duduk disamping kanan dan kiri Kaza. Tatapan Kaza kosong, bibirnya pucat.

Oliv yang tak kuasa melihat sahabatnya menjadi seperti itu langsung memeluknya dari samping.

“Kaza jangan gini ya, lo belum makan kan? Makan dulu yuk, nanti sakit.”

Kaza diam tak menjawab ucapan Oliv.

Karin mengambil kantong plastik berisi makanan kesukaan Kaza yang sengaja ia beli sebelum datang ke sini.

“Za, gue beli dimsum sama brownis nih. Lo makan ya?”

Kaza masih diam tak bergeming. Karin bisa merasakan tangan Kaza yang dingin.

“Kalo lo ga mau makan, nanti om Atla sama tante Lana sedih.”

“Papa sama mama salah apa ya sampe mereka dibunuh?”

Hati Karin dan Oliv mencelos mendengar kalimat yang keluar dari bibir Kaza.

“Kenapa mereka ga bunuh gue sekalian? Biar gue masih bisa bareng mama sama papa?”

“Kaza .... jangan ngomong gitu ah,”

“Kalo lo pergi juga, nanti bang Je sama siapa? Nanti bang Je nangis lagi.”

Kaza menoleh ke arah Karin, “Abang? Nangis?”

Karin mengangguk cepat, “Iya, sedih soalnya lo gamau keluar kamar, gamau makan. Makanya makan dulu ya? Abis itu lo mau nangis lagi sama kita juga gapapa.”

“Gue cuma ga nyangka aja, kenapa tega ngebunuh papa mama gue ya?”

“Iya mereka jahat, 11 12 sama setan. Nanti lo boleh pukul, tendang pelaku sepuas lo kalo udah ketemu oke?”

“Sekarang makan dulu ya,” ujar Karin sambil membuka bungkus makanan.

Walaupun Kaza belum mau keluar kamar, setidaknya mereka berhasil membujuk Kaza untuk makan.

Sakit

Kaza berjalan menuju parkiran mencari letak mobil berwarna putih milik Juan.

Juan sudah sampai sejak 10 menit yang lalu. Setelah menemukan mobil Juan, ia masuk kedalam.

“Lo jadi artis ya sekarang,” ucap Juan.

Kaza memandang Juan bingung, “Artis?”

“Tuh, lo dari jalan masuk parkiran sampe masuk mobil diliatin orang orang.” Juan tertawa kecil melihat Kaza memutar bola matanya malas.

“Jadi kenapa nih lo mau ketemu sama gue?”

“Lo tau ga dimana cek cctv sekolah?” tanya Kaza.

Juan mengerutkan keningnya, “Cctv? Buat apa? Clara ngebully orang lagi?”

“Ngga, ini lebih penting.”

“Tau sih, gue juga kenal yang pegang kunci ruangannya. Tapi kenapa dulu?”

Kaza menyenderkan punggungnya menatap lurus kearah depan. “Kecelakaan yang buat mama sama papa meninggal bukan karna kebetulan tapi karna kesengajaan.”

“HAH? Za yang bener anjir lo.”

Juan menatap Kaza dengan tatapan bingung yang dibalas anggukan kecil dari Kaza.

“Gila .... Siapa yang berani ngelakuin itu?”

“Gue gatau siapa, yang pasti dia ngelakuin ga sendiri,”

“Kerja sama?”

Kaza mengangguk, “Bu Retna.”

“Anj–?! Serius?”

Kaza mulai menceritakan dari awal obrolan bu Retna dengan seseorang hingga mereka menyebut nama Atla.

“Ayo, gue anter ke ruangnya. Gue bantu usut, tapi gimana sama bang Je?”

“Jangan kasih tau bang Je dulu ya? Gue mau kumpulin dulu semua bukti baru kasih tau bang Je.”

“Kenapa ga kasih tau sekarang biar bang Je bisa bantu? Lo tau kan relasi abang lo banyak?”

Kaza terdiam sebentar, ucapan Juan benar harusnya ia ingat bahwa abangnya memiliki banyak relasi yang mungkin bisa ia minta bantuan.

“Yauda ayo liat cctv nya dulu aja.”

Keduanya keluar dari mobil untuk melihat rekaman cctv sekolah.

Kaza keluar dari perpustakaan sambil membawa beberapa buku yang ia pinjam. Ia berjalan menuju kantin, namun ia harus memutar jalan melewati koridor barat karna sedang ada OB yang mengepel lantai koridor timur.

Saat melewati ruang kepala sekolah Kaza berhenti ketika mendengar percakapan Bu Retna dengan seseorang.

“Ya aku juga baru tahu kalau Jerian punya adik dan sekolah disini.”

“Kalau gitu, kita harus hati hati jangan sampai ketahuan.”

“Rencana kita sudah berjalan lancar sejak kematian Atla, jangan sampai gagal hanya karna anak kecil itu.”

“Tapi, Clara sudah tidak bisa berbuat seperti dulu. Dia sudah tidak mau melakukan itu lagi, kapok katanya.”

“Argh! Ya sudah, biar aku gunakan rencana lain. Tetap berperilaku seperti biasa, jangan sampai ketahuan.”

Kaza terdiam, hatinya memanas ketika nama Atla disebut. Itu artinya kematian kedua orangtuanya bukan hanya kecelakaan biasa, tetapi ada yang sengaja merencanakan.

“Lea,” suara seseorang yang memanggilnya membuat Kaza terkejut.

Kaza menoleh ke sumber suara, ada Adisty di sana dengan wajah bingungnya. “Ngapain?” tanya Adisty.

Saat Kaza ingin menjawab, suara pintu yang terbuka membuatnya buru buru menarik Adisty untuk bersembunyi dibalik tembok.

Seorang laki laki dengan setelan jas hitam keluar dari ruang bu Retna.

“Itu siapa? Kenal ga?” tanya Kaza kepada Adisty.

Adisty menggeleng, “Ngga kenal, tapi kayanya aku pernah liat.”

Kaza keluar dari tempat persembunyiannya memperhatikan laki laki itu dari jauh.

“Kenapa sih?”

“Gapapa,” Kaza memilih pergi dari sana.

“Duluan ya, Adis.”

Adisty yang melihat tingkah aneh Kaza hanya menatap heran, “Aneh.”

Minggu pagi yang cerah dengan udara sejuk membuat Kaza ingin bersantai dengan menghabiskan waktu di rumah. Namun, Jerian mengacaukannya dengan mengajak Kaza jogging ke taman komplek.

Suasana di taman ramai dengan orang yang sama hal nya dengan mereka, berolahraga.

Kaza berhenti sebentar membuat Jerian yang berada didepannya ikut berhenti. “Aku capek, istirahat dulu.”

Keduanya duduk disalah satu kursi taman, “Baru sebentar masa udah capek?”

“Ya aku kan jarang olahraga, pantes aja gampang capek.”

“Makanya tiap minggu kalo abang ajak jogging itu ikut, bukannya malah tidur.”

Kaza memutar bola matanya malas, “Aku mau beli minum, abang tunggu sini aja.”

“Oke, jangan lama lama. Hati hati!”

Kaza pergi meninggalkan Jerian yang kini hanya seorang diri. Dirinya membuka ponsel, ada pesan masuk dari sekertaris tentang penandatanganan kerjasama.

Bruk Tepat di depan Jerian ada tas berisi buah milik seorang wanita yang tak ia kenal yang terjatuh.

Jerian sontak membantu memungut buah tersebut dan memasukkannya kedalam tas.

“Aduh makasih ya, maaf ngerepotin,” ucap wanita itu.

“It's okay, lain kali hati hati.”

Wanita itu tersenyum manis menatap Jerian.

Jerian awalnya merasa aneh karna tas itu seperti jatuh dengan disengaja. Namun seketika ia terpaku ketika melihat senyum wanita itu.


Kaza menghampiri sebuah warung yang terletak tidak begitu jauh dari posisi Jerian.

“Ibu, air mineralnya dua ya,” pintanya.

Setelah memberikan uang dan mengambil air mineral tersebut, Kaza berniat kembali ke tempat Jerian berada. Namun matanya melihat ke sebrang dimana ada pedagang es krim disana.

Saat dirinya ingin menyebrang, ia tak melihat ada sebuah motor yang melaju dengan kencang. Kaza terserempet motor itu, dirinya hampir terjatuh namun diselamatkan oleh seorang wanita yang memang sedang lewat di sana.

“Woy!” teriaknya.

Dibawanya Kaza ke pinggir jalan, Kaza meringis pelan karna ada sedikit goresan dilengannya.

“Kamu gapapa? Ada yang luka?” tanya wanita itu.

Kaza menggeleng pelan, “Ngga kak, cuma gores sedikit. Tapi gapapa kok.”

“Lain kali hati hati ya, sekarang banyak yang bawa motor ugal ugalan. Padahal masih dilingkungan komplek yang ga begitu rame.”

“Iya, makasih ya kak.”

'Cantik,' batin Kaza.

“Kakak namanya siapa?” tanya Kaza.

“Aku Sabita, panggil Bita aja. Kalo kamu namanya siapa?”

Kaza tersenyum lebar, “Aku Kazalea, kakak bisa panggil aku Kaza. Anyway, nama kakak cantik!” seru Kaza.

Bita tersenyum manis, bahkan Kaza yang sesama perempuan pun menyukai senyum Bita. “Thank you, nama kamu juga lucu sama kayak orangnya.”

“Kakak bisa aja,”

“Oh iya, Kaza sendiri?”

Kaza menggeleng, “Ngga, aku sama abang. Tadi niatnya mau beli es krim dulu baru balik ke abang, tapi malah keserempet motor.” keluh Kaza.

“Abangnya dimana? Aku anter yuk.”

Kaza bangun dibantu Bita. Keduanya berjalan menuju bangku taman yang diduduki Jerian.

Jerian yang melihat Kaza kembali bersama seseorang yang menuntunnya pun bingung. “Loh Kaza, kenapa?”

“Tadi abis beli minum aku mau beli es krim, tapi malah ke serempet motor.”

“Hah?! Kok bisa? Ada yang luka? Sakit ga? Mau ke rumah sakit?” Jerian memutar tubuh Kaza, mengecek dengan menyerbu Kaza dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Bita yang melihat tingkah Jerian kepada Kaza hanya tertawa kecil.

“Aku gapapa abang. Untungnya aku dibantuin sama kakak cantik.” Kaza menunjuk Bita membuat Jerian langsung menoleh menatap Bita.

Jerian mengulurkan tangannya, “Saya Jerian, abangnya Kazalea. Thank you ya udah tolongin adik saya.”

Bita membalas uluran tangan Jerian, “Sabita, panggil aja Bita. Iya sama sama.”

“Muka kamu kayak ga asing, kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Pernah,” ucapan Bita membuat Kaza dan Jerian terkejut.

“Gue alumni Bradley University, lo Jerian Atlanno kan?”

“Ohh iya iya! Lo Sabita si anak BEM kan?” tanya Jerian.

Bita mengangguk, “Yap, itu gue.”

“Ya ampun ga nyangka bakal ketemu di sini. Rumah lo deket sini juga?”

“Engga sih, kebetulan gue lagi nginep di rumah temen. Kalo gue tinggal di apart yang lumayan jauh dari sini.”

Jerian mengangguk paham. Kaza yang sedari tadi hanya menonton percakapan mereka akhirnya membuka suara.

“Kak Bita mampir ke rumah yuk! Kita sarapan bareng, nanti pulangnya dianter sama bang Je.”

Jerian menatap Kaza kaget, tak biasanya Kaza se excited ini bertemu orang asing.

Bita yang melihat tingkah Jerian menggelengkan kepalanya, “Gausah Za, nanti ngerepotin.”

“Gapapa Ta, itung itung ucapan terima kasih karna udah tolongin adik gue.”

Mau menolak lagi, Bita merasa tak enak karna melihat Kaza yang begitu menginginkan dirinya ikut ke rumahnya, “Iya oke, gue mampir.”

“YAYY!! Ayo Kak Bita, aku masakin nasi goreng ala Kaza!” Lengan Bita digandeng oleh Kaza meninggalkan Jerian yang masih diam ditempat.

'Aneh, biasanya juga gamau kenalan sama orang baru.'

Minggu pagi yang cerah dengan udara sejuk membuat Kaza ingin bersantai dengan menghabiskan waktu di rumah. Namun, Jerian mengacaukannya dengan mengajak Kaza jogging ke taman komplek.

Suasana di taman ramai dengan orang yang sama hal nya dengan mereka, berolahraga.

Kaza berhenti sebentar membuat Jerian yang berada didepannya ikut berhenti. “Aku capek, istirahat dulu.”

Keduanya duduk disalah satu kursi taman, “Baru sebentar masa udah capek?”

“Ya aku kan jarang olahraga, pantes aja gampang capek.”

“Makanya tiap minggu kalo abang ajak jogging itu ikut, bukannya malah tidur.”

Kaza memutar bola matanya malas, “Aku mau beli minum, abang tunggu sini aja.”

“Oke, jangan lama lama. Hati hati!”

Kaza pergi meninggalkan Jerian yang kini hanya seorang diri. Dirinya membuka ponsel, ada pesan masuk dari sekertaris tentang penandatanganan kerjasama.

Bruk Tepat di depan Jerian ada tas berisi buah milik seorang wanita yang tak ia kenal yang terjatuh.

Jerian sontak membantu memungut buah tersebut dan memasukkannya kedalam tas.

“Aduh makasih ya, maaf ngerepotin,” ucap wanita itu.

“It's okay, lain kali hati hati.”

Wanita itu tersenyum manis menatap Jerian.

Jerian awalnya merasa aneh karna tas itu seperti jatuh dengan disengaja. Namun seketika ia terpaku ketika melihat senyum wanita itu.


Kaza menghampiri sebuah warung yang terletak tidak begitu jauh dari posisi Jerian.

“Ibu, air mineralnya dua ya,” pintanya.

Setelah memberikan uang dan mengambil air mineral tersebut, Kaza berniat kembali ke tempat Jerian berada. Namun matanya melihat ke sebrang dimana ada pedagang es krim disana.

Saat dirinya ingin menyebrang, ia tak melihat ada sebuah motor yang melaju dengan kencang. Kaza terserempet motor itu, dirinya hampir terjatuh namun diselamatkan oleh seorang wanita yang memang sedang lewat di sana.

“Woy!” teriaknya.

Dibawanya Kaza ke pinggir jalan, Kaza meringis pelan karna ada sedikit goresan dilengannya.

“Kamu gapapa? Ada yang luka?” tanya wanita itu.

Kaza menggeleng pelan, “Ngga kak, cuma gores sedikit. Tapi gapapa kok.”

“Lain kali hati hati ya, sekarang banyak yang bawa motor ugal ugalan. Padahal masih dilingkungan komplek yang ga begitu rame.”

“Iya, makasih ya kak.”

'Cantik,' batin Kaza.

“Kakak namanya siapa?” tanya Kaza.

“Aku Sabita, panggil Bita aja. Kalo kamu namanya siapa?”

Kaza tersenyum lebar, “Aku Kazalea, kakak bisa panggil aku Kaza. Anyway, nama kakak cantik!” seru Kaza.

Bita tersenyum manis, bahkan Kaza yang sesama perempuan pun menyukai senyum Bita. “Thank you, nama kamu juga lucu sama kayak orangnya.”

“Kakak bisa aja,”

“Oh iya, Kaza sendiri?”

Kaza menggeleng, “Ngga, aku sama abang. Tadi niatnya mau beli es krim dulu baru balik ke abang, tapi malah keserempet motor.” keluh Kaza.

“Abangnya dimana? Aku anter yuk.”

Kaza bangun dibantu Bita. Keduanya berjalan menuju bangku taman yang diduduki Jerian.

Jerian yang melihat Kaza kembali bersama seseorang yang menuntunnya pun bingung. “Loh Kaza, kenapa?”

“Tadi abis beli minum aku mau beli es krim, tapi malah ke serempet motor.”

“Hah?! Kok bisa? Ada yang luka? Sakit ga? Mau ke rumah sakit?” Jerian memutar tubuh Kaza, mengecek dengan menyerbu Kaza dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Bita yang melihat tingkah Jerian kepada Kaza hanya tertawa kecil.

“Aku gapapa abang. Untungnya aku dibantuin sama kakak cantik.” Kaza menunjuk Bita membuat Jerian langsung menoleh menatap Bita.

Jerian mengulurkan tangannya, “Saya Jerian, abangnya Kazalea. Thank you ya udah tolongin adik saya.”

Bita membalas uluran tangan Jerian, “Sabita, panggil aja Bita. Iya sama sama.”

“Muka kamu kayak ga asing, kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Pernah,” ucapan Bita membuat Kaza dan Jerian terkejut.

“Gue alumni Bradley University, lo Jerian Atlanno kan?”

“Ohh iya iya! Lo Sabita si anak BEM kan?” tanya Jerian.

Bita mengangguk, “Yap, itu gue.”

“Ya ampun ga nyangka bakal ketemu di sini. Rumah lo deket sini juga?”

“Engga sih, kebetulan gue lagi nginep di rumah temen. Kalo gue tinggal di apart yang lumayan jauh dari sini.”

Jerian mengangguk paham. Kaza yang sedari tadi hanya menonton percakapan mereka akhirnya membuka suara.

“Kak Bita mampir ke rumah yuk! Kita sarapan bareng, nanti pulangnya dianter sama bang Je.”

Jerian menatap Kaza kaget, tak biasanya Kaza se excited ini bertemu orang asing.

Bita yang melihat tingkah Jerian menggelengkan kepalanya, “Gausah Za, nanti ngerepotin.”

“Gapapa Ta, itung itung ucapan terima kasih karna udah tolongin adik gue.”

Mau menolak lagi, Bita merasa tak enak karna melihat Kaza yang begitu menginginkan dirinya ikut ke rumahnya, “Iya oke, gue mampir.”

“YAYY!! Ayo Kak Bita, aku masakin nasi goreng ala Kaza!” Lengan Bita digandeng oleh Kaza meninggalkan Jerian yang masih diam ditempat.

'Aneh, biasanya juga gamau kenalan sama orang baru.'

Minggu pagi yang cerah dengan udara sejuk membuat Kaza ingin bersantai dengan menghabiskan waktu di rumah. Namun, Jerian mengacaukannya dengan mengajak Kaza jogging ke taman komplek.

Suasana di taman ramai dengan orang yang sama hal nya dengan mereka, berolahraga.

Kaza berhenti sebentar membuat Jerian yang berada didepannya ikut berhenti. “Aku capek, istirahat dulu.”

Keduanya duduk disalah satu kursi taman, “Baru sebentar masa udah capek?”

“Ya aku kan jarang olahraga, pantes aja gampang capek.”

“Makanya tiap minggu kalo abang ajak jogging itu ikut, bukannya malah tidur.”

Kaza memutar bola matanya malas, “Aku mau beli minum, abang tunggu sini aja.”

“Oke, jangan lama lama. Hati hati!”

Kaza pergi meninggalkan Jerian yang kini hanya seorang diri. Dirinya membuka ponsel, ada pesan masuk dari sekertaris tentang penandatanganan kerjasama.

Bruk Tepat di depan Jerian ada tas berisi buah milik seorang wanita yang tak ia kenal yang terjatuh.

Jerian sontak membantu memungut buah tersebut dan memasukkannya kedalam tas.

“Aduh makasih ya, maaf ngerepotin,” ucap wanita itu.

“It's okay, lain kali hati hati.”

Wanita itu mengulurkan tangannya, “Aku Angel.”

Jerian sedikit memandang aneh wanita tersebut namun tak lama ia membalas uluran tangan itu, “Jerian.”

Wanita bernama Angel itu tersenyum manis, “Salam kenal ya, Jerian.”


Kaza menghampiri sebuah warung yang terletak tidak begitu jauh dari posisi Jerian.

“Ibu, air mineralnya dua ya,” pintanya.

Setelah memberikan uang dan mengambil air mineral tersebut, Kaza berniat kembali ke tempat Jerian berada. Namun matanya melihat ke sebrang dimana ada pedagang es krim disana.

Saat dirinya ingin menyebrang, ia tak melihat ada sebuah motor yang melaju dengan kencang. Kaza terserempet motor itu, dirinya hampir terjatuh namun diselamatkan oleh seorang wanita yang memang sedang lewat di sana.

“Woy!” teriaknya.

Dibawanya Kaza ke pinggir jalan, Kaza meringis pelan karna ada sedikit goresan dilengannya.

“Kamu gapapa? Ada yang luka?” tanya wanita itu.

Kaza menggeleng pelan, “Ngga kak, cuma gores sedikit. Tapi gapapa kok.”

“Lain kali hati hati ya, sekarang banyak yang bawa motor ugal ugalan. Padahal masih dilingkungan komplek yang ga begitu rame.”

“Iya, makasih ya kak.”

'Cantik,' batin Kaza.

“Kakak namanya siapa?” tanya Kaza.

“Aku Sabita, panggil Bita aja. Kalo kamu namanya siapa?”

Kaza tersenyum lebar, “Aku Kazalea, kakak bisa panggil aku Kaza. Anyway, nama kakak cantik!” seru Kaza.

Bita tersenyum manis, bahkan Kaza yang sesama perempuan pun menyukai senyum Bita. “Thank you, nama kamu juga lucu sama kayak orangnya.”

“Kakak bisa aja,”

“Oh iya, Kaza sendiri?”

Kaza menggeleng, “Ngga, aku sama abang. Tadi niatnya mau beli es krim dulu baru balik ke abang, tapi malah keserempet motor.” keluh Kaza.

“Abangnya dimana? Aku anter yuk.”

Kaza bangun dibantu Bita. Keduanya berjalan menuju bangku taman yang diduduki Jerian.

Jerian yang melihat Kaza kembali bersama seseorang yang menuntunnya pun bingung. “Loh Kaza, kenapa?”

“Tadi abis beli minum aku mau beli es krim, tapi malah ke serempet motor.”

“Hah?! Kok bisa? Ada yang luka? Sakit ga? Mau ke rumah sakit?” Jerian memutar tubuh Kaza, mengecek dengan menyerbu Kaza dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Bita yang melihat tingkah Jerian kepada Kaza hanya tertawa kecil.

“Aku gapapa abang. Untungnya aku dibantuin sama kakak cantik.” Kaza menunjuk Bita membuat Jerian langsung menoleh menatap Bita.

Jerian mengulurkan tangannya, “Saya Jerian, abangnya Kazalea. Thank you ya udah tolongin adik saya.”

Bita membalas uluran tangan Jerian, “Sabita, panggil aja Bita. Iya sama sama.”

“Muka kamu kayak ga asing, kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Pernah,” ucapan Bita membuat Kaza dan Jerian terkejut.

“Gue alumni Bradley University, lo Jerian Atlanno kan?”

“Ohh iya iya! Lo Sabita si anak BEM kan?” tanya Jerian.

Bita mengangguk, “Yap, itu gue.”

“Ya ampun ga nyangka bakal ketemu di sini. Rumah lo deket sini juga?”

“Engga sih, kebetulan gue lagi nginep di rumah temen. Kalo gue tinggal di apart yang lumayan jauh dari sini.”

Jerian mengangguk paham. Kaza yang sedari tadi hanya menonton percakapan mereka akhirnya membuka suara.

“Kak Bita mampir ke rumah yuk! Kita sarapan bareng, nanti pulangnya dianter sama bang Je.”

Jerian menatap Kaza kaget, tak biasanya Kaza se excited ini bertemu orang asing.

Bita yang melihat tingkah Jerian menggelengkan kepalanya, “Gausah Za, nanti ngerepotin.”

“Gapapa Ta, itung itung ucapan terima kasih karna udah tolongin adik gue.”

Mau menolak lagi, Bita merasa tak enak karna melihat Kaza yang begitu menginginkan dirinya ikut ke rumahnya, “Iya oke, gue mampir.”

“YAYY!! Ayo Kak Bita, aku masakin nasi goreng ala Kaza!” Lengan Bita digandeng oleh Kaza meninggalkan Jerian yang masih diam ditempat.

'Aneh, biasanya juga gamau kenalan sama orang baru.'

Minggu pagi yang cerah dengan udara sejuk membuat Kaza ingin bersantai dengan menghabiskan waktu di rumah. Namun, Jerian mengacaukannya dengan mengajak Kaza jogging ke taman komplek.

Suasana di taman ramai dengan orang yang sama hal nya dengan mereka, berolahraga.

Kaza berhenti sebentar membuat Jerian yang berada didepannya ikut berhenti. “Aku capek, istirahat dulu.”

Keduanya duduk disalah satu kursi taman, “Baru sebentar masa udah capek?”

“Ya aku kan jarang olahraga, pantes aja gampang capek.”

“Makanya tiap minggu kalo abang ajak jogging itu ikut, bukannya malah tidur.”

Kaza memutar bola matanya malas, “Aku mau beli minum, abang tunggu sini aja.”

“Oke, jangan lama lama. Hati hati!”

Kaza pergi meninggalkan Jerian yang kini hanya seorang diri. Dirinya membuka ponsel, ada pesan masuk dari sekertaris tentang penandatanganan kerjasama.

Bruk Tepat di depan Jerian ada tas berisi buah milik seorang wanita yang tak ia kenal yang terjatuh.

Jerian sontak membantu memungut buah tersebut dan memasukkannya kedalam tas.

“Aduh makasih ya, maaf ngerepotin,” ucap wanita itu.

“It's okay, lain kali hati hati.”

Wanita itu mengulurkan tangannya, “Aku Angel.”

Jerian sedikit memandang aneh wanita tersebut namun tak lama ia membalas uluran tangan itu, “Jerian.”

Wanita bernama Angel itu tersenyum manis, “Salam kenal ya, Jerian.”


Kaza menghampiri sebuah warung yang terletak tidak begitu jauh dari posisi Jerian.

“Ibu, air mineralnya dua ya,” pintanya.

Setelah memberikan uang dan mengambil air mineral tersebut, Kaza berniat kembali ke tempat Jerian berada. Namun matanya melihat ke sebrang dimana ada pedagang es krim disana.

Saat dirinya ingin menyebrang, ia tak melihat ada sebuah motor yang melaju dengan kencang. Kaza terserempet motor itu, dirinya hampir terjatuh namun diselamatkan oleh seorang wanita yang memang sedang lewat di sana.

“Woy!” teriaknya.

Dibawanya Kaza ke pinggir jalan, Kaza meringis pelan karna ada sedikit goresan dilengannya.

“Kamu gapapa? Ada yang luka?” tanya wanita itu.

Kaza menggeleng pelan, “Ngga kak, cuma gores sedikit. Tapi gapapa kok.”

“Lain kali hati hati ya, sekarang banyak yang bawa motor ugal ugalan. Padahal masih dilingkungan komplek yang ga begitu rame.”

“Iya, makasih ya kak.”

'Cantik,' batin Kaza.

“Kakak namanya siapa?” tanya Kaza.

“Aku Sabita, panggil Bita aja. Kalo kamu namanya siapa?”

Kaza tersenyum lebar, “Aku Kazalea, kakak bisa panggil aku Kaza. Anyway, nama kakak cantik!” seru Kaza.

Bita tersenyum manis, bahkan Kaza yang sesama perempuan pun menyukai senyum Bita. “Thank you, nama kamu juga lucu sama kayak orangnya.”

“Kakak bisa aja,”

“Oh iya, Kaza sendiri?”

Kaza menggeleng, “Ngga, aku sama abang. Tadi niatnya mau beli es krim dulu baru balik ke abang, tapi malah keserempet motor.” keluh Kaza.

“Abangnya dimana? Aku anter yuk.”

Kaza bangun dibantu Bita. Keduanya berjalan menuju bangku taman yang diduduki Jerian.

Jerian yang melihat Kaza kembali bersama seseorang yang menuntunnya pun bingung. “Loh Kaza, kenapa?”

“Tadi abis beli minum aku mau beli es krim, tapi malah ke serempet motor.”

“Hah?! Kok bisa? Ada yang luka? Sakit ga? Mau ke rumah sakit?” Jerian memutar tubuh Kaza, mengecek dengan menyerbu Kaza dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Bita yang melihat tingkah Jerian kepada Kaza hanya tertawa kecil.

“Aku gapapa abang. Untungnya aku dibantuin sama kakak cantik.” Kaza menunjuk Bita membuat Jerian langsung menoleh menatap Bita.

Jerian mengulurkan tangannya, “Saya Jerian, abangnya Kazalea. Thank you ya udah tolongin adik saya.”

Bita membalas uluran tangan Jerian, “Sabita, panggil aja Bita. Iya sama sama.”

“Muka kamu kayak ga asing, kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Pernah,” ucapan Bita membuat Kaza dan Jerian terkejut.

“Gue alumni Bradley University, lo Jerian Atlanno kan?”

“Ohh iya iya! Lo Sabita si anak BEM kan?” tanya Jerian.

Bita mengangguk, “Yap, itu gue.”

“Ya ampun ga nyangka bakal ketemu di sini. Rumah lo deket sini juga?”

“Engga sih, kebetulan gue lagi nginep di rumah temen. Kalo gue tinggal di apart yang lumayan jauh dari sini.”

Jerian mengangguk paham. Kaza yang sedari tadi hanya menonton percakapan mereka akhirnya membuka suara.

“Kak Bita mampir ke rumah yuk! Kita sarapan bareng, nanti pulangnya dianter sama bang Je.”

Jerian menatap Kaza kaget, tak biasanya Kaza se excited ini bertemu orang asing.

Bita yang melihat tingkah Jerian menggelengkan kepalanya, “Gausah Za, nanti ngerepotin.”

“Gapapa Ta, itung itung ucapan terima kasih karna udah tolongin adik gue.”

Mau menolak lagi, Bita merasa tak enak karna melihat Kaza yang begitu menginginkan dirinya ikut ke rumahnya, “Iya oke, gue mampir.”

“YAYY!! Ayo Kak Bita, aku masakin nasi goreng ala Kaza!” Lengan Bita digandeng oleh Kaza meninggalkan Jerian yang masih diam ditempat.

'Aneh, biasanya juga gamau kenalan sama orang baru.'

Kaza terdiam berjalan berdampingan dengan Jerian, tentunya mereka menjadi pusat perhatian saat ini. Jerian membuka pintu sebuah ruangan khusus yang memang disediakan untuk pemilik yayasan.

“Duduk,” titah Jerian.

Kaza duduk di sofa sebelah Jerian. Ia diam dan juga bingung bagaimana bisa Jerian bisa berada di sekolah.

Jerian datang ke sekolah setelah mendapat pesan dari Deva yang tentu membuatnya terkejut. Dirinya langsung pergi meninggalkan kantor. Padahal 30 menit lagi ada meeting, tetapi dirinya memilih membatalkan hal tersebut. Prioritasnya tetap Kazalea.

“Coba jelasin kenapa kamu dipanggil bu Retna?” tanya Jerian dengan tegas.

Kaza masih bungkam tak menjawab pertanyaan tersebut. “Kazalea Atlanna.” Jantungnya berdegup lebih cepat ketika Jerian memanggil namanya dengan lengkap.

“Aku ga ngapa ngapain abang,”

“Kazalea?”

Kaza melirik Jerian sekilas dengan sedikit rasa takut, “Aku tonjok anaknya bu Retna.”

Jerian menghela nafasnya gusar, “Kenapa kamu tonjok dia?”

Kaza kembali diam. “Kazalea.”

“Aku ga terima dia bilang aku kurang perhatian! Dia juga bilang kalo aku iri sama dia karna dia punya orang tua sedangkan aku engga! Aku kesel, aku marah! Coba abang pikir gimana rasanya dibilang kaya gitu di depan orang banyak?!” ucap Kaza menggebu-gebu.

“Aku ga masalah dia mau bilang apa tentang aku, entah yang bilang aku simpenan om om karna aku dateng ke kantor abang atau bilang aku pansos karna main sama bang Juan waktu itu. Tapi aku marah karna dia bilang aku kurang perhatian secara ga langsung dia anggep mama sama papa ga pernah kasih aku perhatian, aku ga terima bang!”

Jerian terbungkam karna penjelasan Kaza. Ia tidak menyangka adiknya mendapat perlakuan seperti itu di sekolah miliknya sendiri.

“Terus kenapa selama ini kamu minta Deva yang kesini bukan abang?”

“Karna aku gamau buat abang kepikiran, aku gamau ngerepotin abang. Abang udah capek karna kerja. Aku gamau jadi beban buat abang!”

Jerian mengusap wajahnya gusar, “Kamu sekarang tanggung jawab abang, Kazalea. Secapek apapun abang, kamu tetep prioritas abang. Kalo kamu pikir dengan cerita hal kaya gini aja ngerepotin, terus gunanya abang buat kamu apa?”

“Tugas abang sekarang bukan cuma cari uang buat kamu, tapi juga buat gantiin peran papa sama mama buat kamu Kaza. Kamu bukan beban. Kalo kamu kaya gini terus, abang ngerasa ga ada gunanya.”

Kaza masih diam menundukkan kepalanya. Perkataan Jerian memang benar. Di keadaan sekarang, Kaza hanya ingin mandiri tanpa merepotkan Jerian.

“Maaf,” Kaza bergumam namun terdengar oleh Jerian.

“Maaf aku jadi bikin abang ngerasa ga berguna.”

“Mulai hari ini, sekecil apapun masalah yang kamu punya jangan sungkan buat cerita dan minta tolong ke abang, paham?”

Kaza hanya menganggukan kepalanya, “Paham.”

“Sini,” Jerian merentangkan kedua tangannya memberi pelukan kepada Kaza.

Kaza terdiam berjalan berdampingan dengan Jerian, tentunya mereka menjadi pusat perhatian saat ini. Jerian membuka pintu sebuah ruangan khusus yang memang disediakan untuk pemilik yayasan.

“Duduk,” titah Jerian.

Kaza duduk di sofa sebelah Jerian. Ia diam dan juga bingung bagaimana bisa Jerian bisa berada di sekolah.

Jerian datang ke sekolah setelah mendapat pesan dari Deva yang tentu membuatnya terkejut. Dirinya langsung pergi meninggalkan kantor. Padahal 30 menit lagi ada meeting, tetapi dirinya menyuruh sekretarisnya untuk membatalkan.

“Kaza, coba jelasin kenapa kamu dipanggil bu Retna?” tanya Jerian dengan tegas.

Kaza masih bungkam tak menjawab pertanyaan tersebut. “Kazalea Atlanna.” Sontak Kaza langsung menoleh ketika Jerian memanggil namanya dengan lengkap.

“Aku ga ngapa ngapain abang,”

“Kazalea?”

Kaza menundukkan kepalanya, “Aku tonjok anaknya bu Retna.”

Jerian menghela nafasnya gusar, “Kenapa kamu tonjok dia? Kata Deva juga selama ini kamu selalu minta bantuan dia buat dateng ke sini, kenapa ga bilang dan minta tolong sama abang? Kamu ini adeknya Deva atau Jerian?”

“Jerian,” Kaza menjawab dengan pelan.

“Sekarang cerita kenapa sampe kamu tonjok anaknya bu Retna?”

“Aku ga terima dia bilang aku kurang perhatian! Dia juga bilang kalo aku iri sama dia karna dia punya orang tua sedangkan aku engga! Aku kesel, aku marah! Coba abang pikir gimana rasanya dibilang kaya gitu di depan orang banyak?!” ucap Kaza menggebu-gebu.

“Aku ga masalah dia mau bilang apa tentang aku. Tapi dia udah berani bilang yang ngga bener tentang mama papa! Abang tau? Dia juga yang bilang aku simpenan om om karna aku dateng ke kantor abang dan main sama bang Juan waktu itu.”

Jerian diam, penjelasan yang diberikan Kaza dan Bu Retna jauh berbeda.


Flashback On. Setelah Kaza memberitahu letak ruang bu Retna, Jerian masuk seorang diri. Kedatangan Jerian tentunya membuat Bu Retna terkejut.

“Loh? Pak Jerian kenapa ada disini?”

“Kenapa saya ga boleh dateng ke sekolah milik saya sendiri?”

Bu Retna gugup mendapat pertanyaan balik dari Jerian, “Eh– maaf pak sebelumnya karna biasanya bapak mengabari dulu jika ingin datang.”

Jerian duduk di hadapan bu Retna, “Saya abangnya Kazalea, ibu sendiri bukan yang menyuruh adik saya untuk meminta walinya datang?”

“Bukannya abang dari Kazalea itu–”

“Yang kemarin teman saya, memang saya minta dia untuk datang kesini. Jadi, ada apa dengan Kazalea?” ucap Jerian to the point.

Bu Retna berdeham pelan menutupi kegugupannya. “Jadi begini pak Jerian, Kazalea adik bapak melakukan tindak kekerasan terhadap salah satu siswa, ada yang bilang karna Kazalea tidak menyukai anak tersebut pak dan kebetulan itu anak saya sendiri.”

Jerian menaikkan sebelah alisnya, “Kekerasan? Saya rasa Kazalea tidak mungkin melakukan hal itu.”

“Nyatanya seperti itu pak. Kazalea memukul hingga terluka mengeluarkan darah. Saya harap bapak dapat memberitahu Kazalea untuk tidak melakukan hal ini lagi demi kenyamanan sekolah pak. Dan untuk pertanggungjawaban saya rasa tidak usah pak, karna anak saya juga sudah diobati di UKS.”

Jerian tahu bahwa ada yang tidak beres. Kaza tidak mungkin memukul seseorang kalau orang itu tidak mencari masalah duluan.

Flashback Off


Jerian mendekati Kaza mengelus kepalanya pelan, “Maaf ya, kalo aja mama papa masih ada mungkin kamu ga akan dapat kalimat kaya gitu. Maaf juga kamu jadi dipandang seperti itu, coba aja abang tau ini dari awal mungkin kamu ga akan kaya gini.”

“Abang ga salah. Aku yang salah karna dari awal ga cerita dan nutupin semuanya.”

Jerian tersenyum, “Gapapa, abang yakin kamu ada alasan tersendiri kenapa ga cerita ke abang.”

Kaza memeluk Jerian dari samping, “Maaf ya bang.”

“Iya, gapapa Za.”

“Tapi Za, penjelasan kamu sama bu Retna beda loh.”

Kaza spontan melepas pelukannya dan menatap Jerian dengan bingung, “Beda gimana?”

“Iya, dia bilang kamu yang cari masalah duluan karna ga suka sama anaknya. Makanya kamu tonjok dia,”

“IH?! NGGA!! Abang percaya kan aku ga kaya gitu?”

“Percaya. Iyauda sekarang kamu ambil tas, kita pulang. Abang tunggu di parkiran ya.”

Jerian pergi meninggalkan Kaza yang masih terdiam. Andai Jerian menyadari ada yang tidak beres dengan kedua ibu dan anak tersebut. Kemudian dirinya ikut meninggalkan ruangan itu.