mazcchiato

Kaza terdiam berjalan berdampingan dengan Jerian, tentunya mereka menjadi pusat perhatian saat ini. Jerian membuka pintu sebuah ruangan khusus yang memang disediakan untuk pemilik yayasan.

“Duduk,” titah Jerian.

Kaza duduk di sofa sebelah Jerian. Ia diam dan juga bingung bagaimana bisa Jerian bisa berada di sekolah.

Jerian datang ke sekolah setelah mendapat pesan dari Deva yang tentu membuatnya terkejut. Dirinya langsung pergi meninggalkan kantor. Padahal 30 menit lagi ada meeting, tetapi dirinya menyuruh sekretarisnya untuk membatalkan.

“Kaza, coba jelasin kenapa kamu dipanggil bu Retna?” tanya Jerian dengan tegas.

Kaza masih bungkam tak menjawab pertanyaan tersebut. “Kazalea Atlanna.” Sontak Kaza langsung menoleh ketika Jerian memanggil namanya dengan lengkap.

“Aku ga ngapa ngapain abang,”

“Kazalea?”

Kaza menundukkan kepalanya, “Aku tonjok anaknya bu Retna.”

Jerian menghela nafasnya gusar, “Kenapa kamu tonjok dia? Kata Deva juga selama ini kamu selalu minta bantuan dia buat dateng ke sini, kenapa ga bilang dan minta tolong sama abang? Kamu ini adeknya Deva atau Jerian?”

“Jerian,” Kaza menjawab dengan pelan.

“Sekarang cerita kenapa sampe kamu tonjok anaknya bu Retna?”

“Aku ga terima dia bilang aku kurang perhatian! Dia juga bilang kalo aku iri sama dia karna dia punya orang tua sedangkan aku engga! Aku kesel, aku marah! Coba abang pikir gimana rasanya dibilang kaya gitu di depan orang banyak?!” ucap Kaza menggebu-gebu.

“Aku ga masalah dia mau bilang apa tentang aku. Tapi dia udah berani bilang yang ngga bener tentang mama papa! Abang tau? Dia juga yang bilang aku simpenan om om karna aku dateng ke kantor abang dan main sama bang Juan waktu itu.”

Jerian diam, penjelasan yang diberikan Kaza dan Bu Retna jauh berbeda.


Flashback On. Setelah Kaza memberitahu letak ruang bu Retna, Jerian masuk seorang diri. Kedatangan Jerian tentunya membuat Bu Retna terkejut.

“Loh? Pak Jerian kenapa ada disini?”

“Kenapa saya ga boleh dateng ke sekolah milik saya sendiri?”

Bu Retna gugup mendapat pertanyaan balik dari Jerian, “Eh– maaf pak sebelumnya karna biasanya bapak mengabari dulu jika ingin datang.”

Jerian duduk di hadapan bu Retna, “Saya abangnya Kazalea, ibu sendiri bukan yang menyuruh adik saya untuk meminta walinya datang?”

“Bukannya abang dari Kazalea itu–”

“Yang kemarin teman saya, memang saya minta dia untuk datang kesini. Jadi, ada apa dengan Kazalea?” ucap Jerian to the point.

Bu Retna berdeham pelan menutupi kegugupannya. “Jadi begini pak Jerian, Kazalea adik bapak melakukan tindak kekerasan terhadap salah satu siswa, ada yang bilang karna Kazalea tidak menyukai anak tersebut pak dan kebetulan itu anak saya sendiri.”

Jerian menaikkan sebelah alisnya, “Kekerasan? Saya rasa Kazalea tidak mungkin melakukan hal itu.”

“Nyatanya seperti itu pak. Kazalea memukul hingga terluka mengeluarkan darah. Saya harap bapak dapat memberitahu Kazalea untuk tidak melakukan hal ini lagi demi kenyamanan sekolah pak. Dan untuk pertanggungjawaban saya rasa tidak usah pak, karna anak saya juga sudah diobati di UKS.”

Jerian tahu bahwa ada yang tidak beres. Kaza tidak mungkin memukul seseorang kalau orang itu tidak mencari masalah duluan.

Flashback Off


Jerian mendekati Kaza mengelus kepalanya pelan, “Maaf ya, kalo aja mama papa masih ada mungkin kamu ga akan dapat kalimat kaya gitu. Maaf juga kamu jadi dipandang seperti itu, coba aja abang tau ini dari awal mungkin kamu ga akan kaya gini.”

“Abang ga salah. Aku yang salah karna dari awal ga cerita dan nutupin semuanya.”

Jerian tersenyum, “Gapapa, abang yakin kamu ada alasan tersendiri kenapa ga cerita ke abang.”

Kaza memeluk Jerian dari samping, “Maaf ya bang.”

“Iya, gapapa Za.”

“Tapi Za, penjelasan kamu sama bu Retna beda loh.”

Kaza spontan melepas pelukannya dan menatap Jerian dengan bingung, “Beda gimana?”

“Iya, dia bilang kamu yang cari masalah duluan karna ga suka sama anaknya. Makanya kamu tonjok dia,”

“IH?! NGGA!! Abang percaya kan aku ga kaya gitu?”

“Percaya. Iyauda sekarang kamu ambil tas, kita pulang. Abang tunggu di parkiran ya.”

Jerian pergi meninggalkan Kaza yang masih terdiam. Andai Jerian menyadari ada yang tidak beres dengan kedua ibu dan anak tersebut. Kemudian dirinya ikut meninggalkan ruangan itu.

Hari ini kelas 12 Ips 2 ada pengambilan nilai praktek pelajaran olahraga basket. Namun, pak Irfan selaku guru yang mengajar sedang ada urusan sehingga tidak hadir. Tetapi pak Irfan meminta ketua kelas untuk menggantikannya.

Kaza, Karin dan Oliv duduk di pinggir lapangan menunggu nama mereka dipanggil oleh ketua kelas.

“Eh lo tau ga sih?” ucap Oliv pertama kali membuka pembicaraan.

“Apa?”

“Denger denger ya, si Bella tuh,” Oliv menunjuk salah satu siswi yang berada di tengah lapangan sedang bermain basket. “Dia pernah mau ngebantah si nenek lampir, tapi akhirnya malah dia yang masuk ke bk.”

Karin mengerutkan keningnya, “Yang waktu itu rame rame deket taman belakang bukan?”

“Nah, iya itu!” seru Oliv.

“Kok dia yang masuk bk?” tanya Kaza. “Emang guru ga ada yang ngebela dia gitu?”

Oliv menggeleng, “Mana ada sih yang berani ngelawan bu Retna. Lagian, si nenek lampir itu playing victim banget jadi si Bella deh seolah olah yang salah.”

Mereka berbincang bincang hingga nama Kaza dipanggil untuk mengambil nilai basket.

Dipertengahan pengambilan nilai terdengar suara bola basket yang mengenai kepala seseorang. Dan orang itu adalah Clara yang sedang lewat di pinggir lapangan.

Bukan. Itu bukan ulah Kaza, melainkan teman sekelasnya, Anin. Semua orang tahu Anin tidak sengaja melempar bola tersebut ke arah Clara. Lagi pula, lemparan tersebut tidak keras.

Namun, bisa dipastikan bahwa Clara memperbesar masalah ini.

“Lo! Bisa main yang bener ga?! Lo ga liat ada gue disini?!” bentak Clara.

Anin menundukkan kepalanya meminta maaf sambil ketakutan, “Maaf Clara, gue ga sengaja. Maaf banget Clara.” Namun permintaan maaf dari Anin tak didengar oleh Clara.Anin didorong hingga jatuh dan rambutnya ditarik oleh Clara, “Maaf lo bilang? Lo tau ga tangan gue sakit kena bola?!”

Keadaan menjadi ramai dan mengerubungi mereka. Kaza pun ada diantara mereka.

“Clara, udah lah Anin ga sengaja. Lagian dia juga gatau kalo ada lo disitu,” ucap Farel sang ketua kelas.

“Diem! Lo gausah ikut campur dan ngebela dia.”

Kaza yang mulai muak dengan drama yang dibuat oleh Clara pun turun tangan.

“Lepasin dia.” Semua pandangan kini tertuju ke Kaza.

“Dia ga sengaja, udah minta maaf. Terus mau lo apa?”

Namun, Clara tetap lah Clara yang tidak ingin dihalangi. Ia berdecih menatap Kaza, “Lo siapa berani nyuruh gue lepasin dia?”

Kaza menghela nafasnya malas, “Lepasin gue bilang.”

“Gak akan!”

Kaza maju mendekati mereka menghempaskan tangan Clara dari rambut Anin dan menarik gadis itu untuk bangun.

Clara menatap Kaza sinis, “Lo! Gue udah berapa kali bilang sama lo buat jangan pernah sok jadi pahlawan disini.”

“Gue ga pernah bilang bakal jadi pahlawan disini. Jangan karna lo anak kepsek, lo jadi seenaknya disini.”

“Oh jadi lo udah tau gue siapa? Kalo gitu mending lo gausah macem macem atau gue laporin ke nyokap gue.”

“Ga takut,” tegas Kaza membuat semua orang terdiam.

“Gue ga akan pernah takut. Mau lo anak kepsek, anak pejabat, anak presiden sekalipun gue ga akan pernah takut.”

Kaza berjalan mendekati Clara hingga gadis itu memundurkan tubuhnya, “Gue ga akan pernah takut sama orang yang ngelakuin kesalahan tapi selalu berlindung dibalik jabatan orang tuanya. Pengecut!”

Kaza membalikkan badannya untuk pergi meninggalkan Clara. Namun langkahnya terhenti ketika ucapan Clara sukses membuatnya marah.

“Kenapa? Lo iri kan karna gue punya orang tua yang bisa gue jadiin tameng sedangkan lo ga punya orang tua, pantes aja sih sok jadi pahlawan ternyata biar lo jadi perhatian orang? Atau dulu orangtua lo kurang kasih perhatian ya? Kasian Hahahah!” Gelak tawa Clara membuat Kaza geram.

Kaza tidak pernah membawa orang tuanya dalam masalah apapun. Tetapi Clara sudah keterlaluan dengan berbicara yang tidak benar tentang orang tuanya.

Karin yang berada disamping Kaza sudah tersulut emosi ia ingin menghampiri Clara namun ditahan oleh Kaza.

Kaza berbalik berjalan ke arah Clara dengan wajah datarnya yang menahan emosi. Ia menarik Clara dan bugh sebuah pukulan sukses mengenai wajah Clara hingga bibir dan hidungnya terluka mengeluarkan darah segar.

Semua siswa yang menonton menjerit tertahan tak menyangka dengan apa yang Kaza lakukan.

Clara terjatuh menangis menahan sakit di area bibirnya. Teman temannya ingin membantu namun terlihat sangat takut dengan Kaza.

“Sekali lagi lo usik tentang keluarga gue, ga akan segan segan gue bikin lo masuk rumah sakit bahkan kuburan sekalipun, paham?” Kaza meninggalkan Clara yang masih menangis dengan kencang.

Ketika Kaza baru beberapa langkah meninggalkan kerumunan, sebuah suara sukses membuat semua orang ikut menoleh, Bu Retna.

“Kazalea! Ke ruangan saya sekarang dan panggil wali mu menghadap saya.”

Hari ini kelas 12 Ips 2 ada pengambilan nilai praktek pelajaran olahraga basket. Namun, pak Irfan selaku guru yang mengajar sedang ada urusan sehingga tidak hadir. Tetapi pak Irfan meminta ketua kelas untuk menggantikannya.

Kaza, Karin dan Oliv duduk di pinggir lapangan menunggu nama mereka dipanggil oleh ketua kelas.

“Eh lo tau ga sih?” ucap Oliv pertama kali membuka pembicaraan.

“Apa?”

“Denger denger ya, si Bella tuh,” Oliv menunjuk salah satu siswi yang berada di tengah lapangan sedang bermain basket. “Dia pernah mau ngebantah si nenek lampir, tapi akhirnya malah dia yang masuk ke bk.”

Karin mengerutkan keningnya, “Yang waktu itu rame rame deket taman belakang bukan?”

“Nah, iya itu!” seru Oliv.

“Kok dia yang masuk bk?” tanya Kaza. “Emang guru ga ada yang ngebela dia gitu?”

Oliv menggeleng, “Mana ada sih yang berani ngelawan bu Retna. Lagian, si nenek lampir itu playing victim banget jadi si Bella deh seolah olah yang salah.”

Mereka berbincang bincang hingga nama Kaza dipanggil untuk mengambil nilai basket.

Dipertengahan pengambilan nilai terdengar suara bola basket yang mengenai kepala seseorang. Dan orang itu adalah Clara yang sedang lewat di pinggir lapangan.

Bukan. Itu bukan ulah Kaza, melainkan teman sekelasnya, Anin. Semua orang tahu Anin tidak sengaja melempar bola tersebut ke arah Clara. Lagi pula, lemparan tersebut tidak keras.

Namun, bisa dipastikan bahwa Clara memperbesar masalah ini.

“Lo! Bisa main yang bener ga?! Lo ga liat ada gue disini?!” bentak Clara.

Anin menundukkan kepalanya meminta maaf sambil ketakutan, “Maaf Clara, gue ga sengaja. Maaf banget Clara.” Namun permintaan maaf dari Anin tak didengar oleh Clara.Anin didorong hingga jatuh dan rambutnya ditarik oleh Clara, “Maaf lo bilang? Lo tau ga tangan gue sakit kena bola?!”

Keadaan menjadi ramai dan mengerubungi mereka. Kaza pun ada diantara mereka.

“Clara, udah lah Anin ga sengaja. Lagian dia juga gatau kalo ada lo disitu,” ucap Farel sang ketua kelas.

“Diem! Lo gausah ikut campur dan ngebela dia.”

Kaza yang mulai muak dengan drama yang dibuat oleh Clara pun turun tangan.

“Dia ga sengaja, udah minta maaf. Terus mau lo apa?” ucapan Kaza membuat semua orang yang tadinya memandang ke arah Clara dan Anin, kini menjadi menatap dirinya.

Kaza maju mendekati mereka menghempaskan tangan Clara dari rambut Anin dan menarik gadis itu untuk bangun.

Clara menatap Kaza sinis, “Lo lagi, gue udah berapa kali bilang sama lo buat jangan pernah sok jadi pahlawan disini.”

“Gue ga pernah bilang bakal jadi pahlawan disini. Jangan karna lo anak kepsek, lo jadi seenaknya disini.”

“Oh jadi lo udah tau gue siapa? Kalo gitu mending lo gausah macem macem atau gue laporin ke nyokap gue.”

“Ga takut,” tegas Kaza membuat semua orang terdiam.

“Gue ga akan pernah takut. Mau lo anak kepsek, anak pejabat, anak presiden sekalipun gue ga akan pernah takut.”

Kaza berjalan mendekati Clara hingga gadis itu memundurkan tubuhnya, “Gue ga akan pernah takut sama orang yang selalu berlindung dibalik jabatan orang tuanya. Pengecut!”

Kaza membalikkan badannya untuk pergi meninggalkan Clara. Namun langkahnya terhenti ketika ucapan Clara sukses membuatnya marah.

“Kenapa? Lo iri kan karna gue punya orang tua yang bisa gue jadiin tameng sedangkan lo ga punya orang tua, pantes aja sih sok jadi pahlawan ternyata biar lo jadi perhatian orang ya? Kurang perhatian ya? Kasian Hahahah!” Gelak tawa Clara dan temannya membuat Kaza geram.

Ia tak masalah jika orang lain menjatuhkan dirinya, tapi jika sudah membawa orang tua ia tak segan untuk melawan orang itu.

Karin yang berada disamping Kaza sudah tersulut emosi ia ingin menghampiri Clara namun ditahan oleh Kaza.

Kaza berbalik berjalan ke arah Clara dengan wajah datarnya yang menahan emosi. Ia menarik Clara dan bugh sebuah pukulan sukses mengenai wajah Clara hingga bibirnya terluka mengeluarkan darah segar.

Semua siswa yang menonton menjerit tertahan tak menyangka dengan apa yang Kaza lakukan.

Clara terjatuh menangis menahan sakit di area bibirnya. Teman temannya ingin membantu namun terlihat sangat takut dengan Kaza.

“Sekali lagi lo usik tentang keluarga gue, ga akan segan segan gue bikin lo masuk rumah sakit bahkan kuburan sekalipun, paham?” Kaza meninggalkan Clara yang baru dibantu teman temannya.


Kini Kaza, Karin dan Oliv berada di kantin. Karin dan Oliv menatap khawatir Kaza yang sedang memakan snacks kentang.

Selama ini mereka tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang orang tua Kaza. Karna mereka tahu, Kaza akan merasa sedih dan mengingat kembali kenangan bersama orang tuanya.

Dulu, Kaza memang sangat dekat dan selalu dimanja dengan kedua orang tuanya. Namun sejak kepergian mereka, Kaza menjadi anak yang mandiri dan lebih tertutup dengan siapapun terkecuali dengan Jerian.

“Za .... are u okey?” tanya Oliv dengan hati hati.

Kaza mendongak menatap Oliv dan Karin bergantian, “I'm fine, emang kenapa?”

Karin mengenggam tangan Kaza, “Cerita ke kita ya kalo emang lo mau luapin emosi lo karna Clara.”

Kaza tersenyum singkat, “Iya, Makasih ya.”

Karin membalas senyuman Kaza hanya sebentar karna suara bu Retna menghancurkan suasana.

“Kazalea, ke ruangan saya sekarang.”

Hari ini kelas 12 Ips 2 ada pengambilan nilai praktek pelajaran olahraga basket. Namun, pak Irfan selaku guru yang mengajar sedang ada urusan sehingga tidak hadir. Tetapi pak Irfan meminta ketua kelas untuk menggantikannya.

Kaza, Karin dan Oliv duduk di pinggir lapangan menunggu nama mereka dipanggil oleh ketua kelas.

“Eh lo tau ga sih?” ucap Oliv pertama kali membuka pembicaraan.

“Apa?”

“Denger denger ya, si Bella tuh,” Oliv menunjuk salah satu siswi yang berada di tengah lapangan sedang bermain basket. “Dia pernah mau ngebantah si nenek lampir, tapi akhirnya malah dia yang masuk ke bk.”

Karin mengerutkan keningnya, “Yang waktu itu rame rame deket taman belakang bukan?”

“Nah, iya itu!” seru Oliv.

“Kok dia yang masuk bk?” tanya Kaza. “Emang guru ga ada yang ngebela dia gitu?”

Oliv menggeleng, “Mana ada sih yang berani ngelawan bu Retna. Lagian, si nenek lampir itu playing victim banget jadi si Bella deh seolah olah yang salah.”

Mereka berbincang bincang hingga nama Kaza dipanggil untuk mengambil nilai basket.

Dipertengahan pengambilan nilai terdengar suara bola basket yang mengenai kepala seseorang. Dan orang itu adalah Clara yang sedang lewat di pinggir lapangan.

Bukan. Itu bukan ulah Kaza, melainkan teman sekelasnya, Anin. Semua orang tahu Anin tidak sengaja melempar bola tersebut ke arah Clara. Lagi pula, lemparan tersebut tidak keras.

Namun, bisa dipastikan bahwa Clara memperbesar masalah ini.

“Lo! Bisa main yang bener ga?! Lo ga liat ada gue disini?!” bentak Clara.

Anin menundukkan kepalanya meminta maaf sambil ketakutan, “Maaf Clara, gue ga sengaja. Maaf banget Clara.” Namun permintaan maaf dari Anin tak didengar oleh Clara.

Anin didorong hingga jatuh dan rambutnya ditarik oleh Clara, “Maaf lo bilang? Lo tau ga tangan gue sakit kena bola?!”

Keadaan menjadi ramai dan mengerubungi mereka. Kaza pun ada diantara mereka.

“Clara, udah lah Anin ga sengaja. Lagian dia juga gatau kalo ada lo disitu,” ucap Farel sang ketua kelas.

“Diem! Lo gausah ikut campur dan ngebela dia.”

Kaza yang mulai muak dengan drama yang dibuat oleh Clara pun turun tangan.

“Dia ga sengaja, udah minta maaf. Terus mau lo apa?” ucapan Kaza membuat semua orang yang tadinya memandang ke arah Clara dan Anin, kini menjadi menatap dirinya.

Kaza maju mendekati mereka menghempaskan tangan Clara dari rambut Anin dan menarik gadis itu untuk bangun.

Clara menatap Kaza sinis, “Lo lagi, gue udah berapa kali bilang sama lo buat jangan pernah sok jadi pahlawan disini.”

“Gue ga pernah bilang bakal jadi pahlawan disini. Jangan karna lo anak kepsek, lo jadi seenaknya disini.”

“Oh jadi lo udah tau gue siapa? Kalo gitu mending lo gausah macem macem atau gue laporin ke nyokap gue.”

“Ga takut,” tegas Kaza membuat semua orang terdiam.

“Gue ga akan pernah takut. Mau lo anak kepsek, anak pejabat, anak presiden sekalipun gue ga akan pernah takut.”

Kaza berjalan mendekati Clara hingga gadis itu memundurkan tubuhnya, “Gue ga akan pernah takut sama orang yang selalu berlindung dibalik jabatan orang tuanya. Pengecut!”

Kaza membalikkan badannya untuk pergi meninggalkan Clara. Namun langkahnya terhenti ketika ucapan Clara sukses membuatnya marah.

“Kenapa? Lo iri kan karna gue punya orang tua yang bisa gue jadiin tameng sedangkan lo ga punya orang tua, pantes aja sih sok jadi pahlawan ternyata biar lo jadi perhatian orang ya? Kurang perhatian ya? Kasian Hahahah!” Gelak tawa Clara dan temannya membuat Kaza geram.

Ia tak masalah jika orang lain menjatuhkan dirinya, tapi jika sudah membawa orang tua ia tak segan untuk melawan orang itu.

Karin yang berada disamping Kaza sudah tersulut emosi ia ingin menghampiri Clara namun ditahan oleh Kaza.

Kaza berbalik berjalan ke arah Clara dengan wajah datarnya yang menahan emosi. Ia menarik Clara dan bugh sebuah pukulan sukses mengenai wajah Clara hingga bibirnya terluka mengeluarkan darah segar.

Semua siswa yang menonton menjerit tertahan tak menyangka dengan apa yang Kaza lakukan.

Clara terjatuh menangis menahan sakit di area bibirnya. Teman temannya ingin membantu namun terlihat sangat takut dengan Kaza.

“Sekali lagi lo usik tentang keluarga gue, ga akan segan segan gue bikin lo masuk rumah sakit bahkan kuburan sekalipun, paham?” Kaza meninggalkan Clara yang baru dibantu teman temannya.


Kini Kaza, Karin dan Oliv berada di kantin. Karin dan Oliv menatap khawatir Kaza yang sedang memakan snacks kentang.

Selama ini mereka tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang orang tua Kaza. Karna mereka tahu, Kaza akan merasa sedih dan mengingat kembali kenangan bersama orang tuanya.

Dulu, Kaza memang sangat dekat dan selalu dimanja dengan kedua orang tuanya. Namun sejak kepergian mereka, Kaza menjadi anak yang mandiri dan lebih tertutup dengan siapapun terkecuali dengan Jerian.

“Za .... are u okey?” tanya Oliv dengan hati hati.

Kaza mendongak menatap Oliv dan Karin bergantian, “I'm fine, emang kenapa?”

Karin mengenggam tangan Kaza, “Cerita ke kita ya kalo emang lo mau luapin emosi lo karna Clara.”

Kaza tersenyum singkat, “Iya, Makasih ya.”

Karin membalas senyuman Kaza hanya sebentar karna suara bu Retna menghancurkan suasana.

“Kazalea, ke ruangan saya sekarang.”

Kaza sampai di Bandar Udara Husein Sastranegara setelah perjalan selama kurang lebih 25 menit. Ia menunggu sambil melihat ke arah jam tangannya, menunjukan pukul 15.20. Matanya sesekali melihat orang yang berlalu lalang.

Hingga ada seseorang yang memanggil namanya dengan sedikit berteriak, “KAZA!” suara Jerian membuat beberapa orang disekitar sana melihat ke arah mereka berdua.

Kaza sedikit meringis menahan malu karna menjadi pusat perhatian. Jerian langsung memeluk Kaza dengan erat tak peduli bagaimana tatapan orang yang melihat mereka berdua.

“Abang! Malu ih diliatin orang,” keluh Kaza. Namun ucapan itu dihiraukan oleh Jerian.

“Biarin, abang kangen banget!”

“Duh! Iya iya yauda ayo pulang, aku laper nih.”

Jerian melepaskan pelukannya, “Lah, kamu belum makan? Yauda yuk makan di luar aja sekalian.”

Baru beberapa langkah mereka beranjak pergi, suara seseorang memberhentikan langkah mereka.

“Jerian!”

Seorang laki laki sudah berumur mengenakan jas hitam dengan di sampingnya ada seorang perempuan berpakaian sangat rapih, bisa dipastikan itu sekretarisnya.

“Pak Gio! Wah kebetulan sekali kita bertemu disini,” Jerian berjabat tangan dengan lelaki bernama Gio itu.

Gio tertawa pelan, “Iya ya kebetulan sekali kita bertemu disini. Habis dari mana nak Jerian?”

“Habis dari luar kota pak, ada kerjaan disana.”

Kaza hanya memperhatikan obrolan mereka. Matanya menatap Gio dengan seksama, seolah olah pernah melihat Gio tapi entah dimana.

“Ya sudah pak Gio, saya pamit duluan ya.” Jerian berpamitan dengan kembali menjabat tangan Gio.

“Oh iya silakan, hati hati di jalan ya nak.”

Kini, Kaza dan Jerian sudah berada didalam mobil. “Yang tadi, siapa bang?”

“Pak Gio, rekan bisnis abang sekaligus temennya papa waktu dulu.”

Kaza mengangguk paham, kemudian Jerian menjalankan mobil untuk keluar dari kawasan bandara.

Seorang laki laki berperawakan tinggi, mengenakan jas berwarna biru tua berjalan di koridor menghampiri Kaza. Itu Deva. Untungnya suasana saat itu sudah masuk jam kbm jadi hanya sedikit siswa yang berada di luar kelas.

“Mas datengnya kelamaan ga?” tanya Deva. Kaza menggelengkan kepalanya, “Engga kok, mau aku ceritain sekarang atau ketemu bu Retna dulu?”

“Coba kamu ceritain dulu,” Deva menunjuk salah satu kursi panjang di koridor, “Duduk di sana aja ya.”

Setelah duduk, Deva kembali membuka percakapan. “Jadi?”

“Aku udah cerita kan dulu sama mas kalo ada siswa yang suka ngebully?” Deva mengangguk menandakan ia ingat.

“Dia anaknya bu Retna.” Deva terkejut mendengar pernyataan Kaza.

“Anak kepsek? Ngebully? Gimana bisa?”

“Ya karna dia anggap sebagai anak kepsek dia jadi bisa seenaknya. Ga ada satupun yang berani buat ngelawan dia mas. Waktu itu aku ngebela anak yang dibully mas, terus aku juga ngedorong dia sampe jatoh. Aku yakin sakitnya ga seberapa, dia ngelaporin aku ke Bu Retna. Aku dipanggil dan dapet SP satu,” ucap Kaza.

Deva benar benar menyimak penjelasan Kaza, “Terus? Ini kenapa sampe kamu suruh mas ke sekolah?”

Kaza menghela nafasnya, menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi. “Tadi pagi sebelum bel masuk, dia sengaja senggol aku yang lagi pegang minuman dan tumpah sampe rok aku basah banget. Ini aku pake rok punya Oliv. Ya karna aku kesel, aku siram aja dia pake sisa minuman tadi. Terus ya mas, dia malah ngadu,” gerutu Kaza yang disahut dengan kekehan Deva.

“Ya ampun, dia ngadu padahal dia yang mulai? Terus ibu nya minta panggil orang tua? Wah, gimana dia kalo tau kamu adiknya Jerian ya,” ujar Deva.

Kaza merenggut kesal, memang tidak habis pikir dengan kelakuan ibu dan anak itu. “Yauda kalo gitu, mas temuin bu Retna dulu ya. Kamu ikut atau tunggu disini?”

“Aku ikut deh, mau tau bakal ngaduin aku apa ke mas Dev,”

Keduanya berjalan ke salah satu ruang di lantai satu yang bertuliskan Ruang Kepala Sekolah.


Setelah keduanya dipersilahkan duduk, Deva mendapat sambutan senyum dari Bu Retna tapi tidak dengan Kaza.

“Perkenalkan, saya Retna sebagai kepala sekolah disini. Anda siapa nya Kazalea ya pak?” tanya bu Retna.

Deva dan Kaza saling melirik hingga Deva menjawab pertanyaan tersebut, “Saya Deva, kakak sepupu dari Kazalea. Kebetulan saya yang wakilkan karna orang tua Kaza tidak bisa hadir.”

Bu Retna menganggukan kepalanya mengerti. “Jadi ada apa ya bu? Apa Kazalea ada masalah?” tanya Deva.

“Begini pak Deva, Kazalea ini murid baru disini tetapi sudah melakukan keributan pak,” jawab Bu Retna.

“Keributan apa ya bu?”

“Pertama, minggu lalu Kazalea ini mendorong salah satu siswa di kantin pada jam istirahat pak hingga siswa tersebut mengaduh kesakitan dan dibawa ke UKS.”

Kaza melotot mendengar ucapan bu Retna, bisa bisanya hanya laporan ia mendorong Clara tetapi bu Retna tidak mendapat laporan bahwa anaknya melakukan pembullyan.

“Kedua, tadi pagi saya mendapat laporan lagi bahwa Kazalea ini menyiram siswa itu lagi dengan es jeruk pak. Saya rasa jika dibiarkan Kazalea ini bisa menimbulkan masalah yang lebih parah.” Deva memandang bu Retna dengan tatapan aneh.

“Lalu apa yang ingin ibu lakukan terhadap Kazalea?”

Bu Retna memandang Kaza sekilas lalu kembali menghadap Deva, “Saya tidak akan memberikan hukuman yang berat apalagi mendiskors Kazalea. Saya minta pak Deva untuk memberi tahu Kazalea ini untuk tidak melakukan keributan di sekolah ini, karna itu bisa mengganggu kenyamanan siswa disini.”

Kaza ersenyum sinis setelah bu Retna menyelesaikan ucapannya. Benar benar tak habis pikir, bagaimana bisa bilang kalau dirinya bisa membuat sekolah menjadi tidak nyaman. 'Keterlaluan, gimana bisa papa percaya sama orang kayak gini.' batinnya

Deva mengangguk paham, “Jadi cuma itu saja? Saya rasa ini bukan masalah yang begitu besar, saya pikir Kazalea melakukan hal yang fatal seperti melakukan pembullyan hingga ibu memanggil orang tua dari Kazalea.”

Raut wajah bu Retna menampakkan sedikit keterkejutannya ketika Deva menekankan kata 'pembullyan' ia menutupi rasa kagetnya dengan sedikit tersenyum. “Bapak tenang saja, saya bisa pastikan tidak ada kasus pembullyan di sekolah ini.”

Kaza membuang pandangannya ke arah lain, 'Bullshit'.

Setelah menjelaskan hukuman apa yang diberikan dan berpamitan, Kaza dan Deva pun keluar dari ruangan tersebut.

Di luar ruangan, Deva tertawa pelan, “Baru loh kali ini mas nemu kepsek aneh kayak gini.”

“Ya gimana mas, ibu sama anak sama sama aneh.”

“Yauda kalo gitu mas balik ke kantor ya. Kalo suatu saat dipanggil lagi kabarin mas aja,” ujar Deva.

Kaza menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, “Sip, makasih ya mas maaf ngerepotin.”

“Santai aja Za.”

Setelahnya, Deva pergi meninggalkan Kaza dan kembali ke kantor. Sedangkan Kaza segera kembali ke kelas dan melanjutkan kegiatan belajar mengajar.

Kaza berdiri di depan pintu toilet, menunggu Karin yang berada di dalam. Tangannya memegang sebuah roti pesanan Oliv dan es jeruk milik Karin. Sesekali ia berbalas sapa kepada siswa yang lewat. Sejak kejadian ia melawan Clara, banyak siswa yang begitu senang menyapa dirinya.

Diliriknya jam tangan berwarna silver ditangan sebelah kiri, 15 menit lagi bel masuk berbunyi. “Rin! Udah belum? Mau bel nih,” ucap nya.

Karin berjalan sambil merapikan pakaiannya, “Udah yuk.” Kaza memberikan es jeruk milik Karin, namun setengah isi minuman tersebut malah mengguyur rok milik Kaza karna ada yang menyenggol dirinya.

“Kaza!” Karin memekik tertahan melihat Kaza yang terkejut karna roknya basah.

Tak lain dan tak bukan, orang yang menyenggol lengan Kaza adalah Clara. “Yahh, maaf ya sengaja,” ujar Clara diikuti dengan suara gelak tawa dari teman temannya.

Tak sedikit siswa yang sedang berada disekitar sana berhenti menyaksikan adegan itu hingga membuat kerumunan. Disaat Clara dan temannya asik tertawa, Kaza menatap Clara geram.

Byur Kaza menyiramkan sisa minuman tadi tepat ke rambut Clara. Bisa dibayangkan betapa lengketnya rambut Clara pagi itu. “Yahh, sengaja juga nih gue.”

Bisikan bisikan dari siswa yang menonton pun terdengar. Ada yang tertawa puas, ada yang diam diam merekam dirinya dan itu sukses membuat Clara menahan malu, “Sialan! Bener bener lo gada takut takutnya sama gue!”

“Dih? Lo siapa sampe harus gue takutin? Ogah banget takut sama sampah kaya lo,” ucap Kaza.

Karin yang menyadari makin ramai siswa yang menonton pun menarik Kaza pergi dari sana, “Udah deh, gada abisnya ngeladenin nenek lampir. Mending bersihin rok lo aja yuk.”

Mereka pun pergi meninggalkan kerumunan dan juga Clara yang masih berteriak melontarkan umpatannya kepada Kaza.


Sesampainya di kelas, Kaza langsung duduk di bangkunya. Oliv melihat rok yang Kaza gunakan basah langsung bertanya, “Rok lo kenapa anjir? Kok basah?”

“Disiram nenek lampir,” itu bukan jawaban dari Kaza, melainkan dari Karin.

Oliv menggebrak meja hingga menimbulkan suara, “Hah?!” KOK BISA??”

“Bisa ga jangan gebrak meja? Kaget gue,” ucap Karin.

“Ihh jawab gue dulu, kok bisa disiram?”

Karin yang menjelaskan kepada Oliv karna Kaza sedang sibuk membersihkan rok nya dengan tisu.

Selesai bercerita, Oliv menatap Karin dengan tatapan tak percaya. “Anjir bener bener ya tuh orang, ga ada abis nya cari masalah.”

“Za, ganti pake rok gue mau?” tawar Oliv.

Kaza mendongakkan kepalanya, “Lo bawa dua?” Oliv menganggukan kepalanya.

“Ini rok sengaja gue tinggal di loker, buat jaga jaga sih. Pake aja,” ucap Oliv sambil memberikan rok cadangannya.

“Thanks ya.” Baru saja bangun dari duduknya, suara dari speaker sekolah menyebut nama Kaza.

'Perhatian, kepada Kazalea kelas 12 IPS 2 diharap segera ke ruang kepala sekolah, terima kasih.'

Tentunya se isi kelas menatap dirinya, 'Lagi? Dasar, tukang bully kok ngaduan.'

Kaza berdiri di depan pintu toilet, menunggu Karin yang berada di dalam. Tangannya memegang sebuah roti pesanan Oliv dan es jeruk milik Karin. Sesekali ia berbalas sapa kepada siswa yang lewat. Sejak kejadian ia melawan Clara, banyak siswa yang begitu senang menyapa dirinya.

Diliriknya jam tangan berwarna silver ditangan sebelah kiri, 15 menit lagi bel masuk berbunyi. “Rin! Udah belum? Mau bel nih,” ucap nya.

Karin berjalan sambil merapikan pakaiannya, “Udah yuk.” Kaza memberikan es jeruk milik Karin, namun setengah isi minuman tersebut malah mengguyur rok milik Kaza karna ada yang menyenggol dirinya.

“Kaza!” Karin memekik tertahan melihat Kaza yang terkejut karna roknya basah.

Tak lain dan tak bukan, orang yang menyenggol lengan Kaza adalah Clara. “Yahh, maaf ya sengaja,” ujar Clara diikuti dengan suara gelak tawa dari teman temannya.

Tak sedikit siswa yang sedang berada disekitar sana berhenti menyaksikan adegan itu hingga membuat kerumunan. Disaat Clara dan temannya asik tertawa, Kaza menatap Clara geram.

Byur Kaza menyiramkan sisa minuman tadi tepat ke rambut Clara. Bisa dibayangkan betapa lengketnya rambut Clara pagi itu. “Yahh, sengaja juga nih gue.”

Bisikan bisikan dari siswa yang menonton pun terdengar. Ada yang tertawa puas, ada yang diam diam merekam dirinya dan itu sukses membuat Clara menahan malu, “Sialan! Bener bener lo gada takut takutnya sama gue!”

“Dih? Lo siapa sampe harus gue takutin? Ogah banget takut sama sampah kaya lo,” ucap Kaza.

Karin yang menyadari makin ramai siswa yang menonton pun menarik Kaza pergi dari sana, “Udah deh, gada abisnya ngeladenin nenek lampir. Mending bersihin rok lo aja yuk.”

Mereka pun pergi meninggalkan kerumunan dan juga Clara yang masih berteriak melontarkan umpatannya kepada Kaza.


Sesampainya di kelas, Kaza langsung duduk di bangkunya. Oliv melihat rok yang Kaza gunakan basah langsung bertanya, “Rok lo kenapa anjir? Kok basah?”

“Disiram nenek lampir,” itu bukan jawaban dari Kaza, melainkan dari Karin.

Oliv menggebrak meja hingga menimbulkan suara, “Hah?!” KOK BISA??”

“Bisa ga jangan gebrak meja? Kaget gue,” ucap Karin.

“Ihh jawab gue dulu, kok bisa disiram?”

Karin yang menjelaskan kepada Oliv karna Kaza sedang sibuk membersihkan rok nya dengan tisu.

Selesai bercerita, Oliv menatap Karin dengan tatapan tak percaya. “Anjir bener bener ya tuh orang, ga ada abis nya cari masalah.”

“Za, ganti pake rok gue mau?” tawar Oliv.

Kaza mendongakkan kepalanya, “Lo bawa dua?” Oliv menganggukan kepalanya.

“Ini rok sengaja gue tinggal di loker, buat jaga jaga sih. Pake aja,” ucap Oliv sambil memberikan rok cadangannya.

“Thanks ya.” Baru saja bangun dari duduknya, suara dari speaker sekolah menyebut nama Kaza.

'Perhatian, kepada Kazalea kelas 12 IPS 2 diharap segera ke ruang kepala sekolah, terima kasih.'

Tentunya se isi kelas menatap dirinya, 'Lagi? Dasar, tukang bully kok ngaduan.'

Kaza berdiri di depan pintu toilet, menunggu Karin yang berada di dalam. Tangannya memegang sebuah roti pesanan Oliv dan es jeruk milik Karin. Sesekali ia berbalas sapa kepada siswa yang lewat. Sejak kejadian ia melawan Clara, banyak siswa yang begitu senang menyapa dirinya.

Diliriknya jam tangan berwarna silver ditangan sebelah kiri, 15 menit lagi bel masuk berbunyi. “Rin! Udah belum? Mau bel nih,” ucap nya.

Karin berjalan sambil merapikan pakaiannya, “Udah yuk.” Kaza memberikan es jeruk milik Karin, namun setengah isi minuman tersebut malah mengguyur rok milik Kaza karna ada yang menyenggol dirinya.

“Kaza!” Karin memekik tertahan melihat Kaza yang terkejut karna roknya basah.

Tak lain dan tak bukan, orang yang menyenggol lengan Kaza adalah Clara. “Yahh, maaf ya sengaja,” ujar Clara diikuti dengan suara gelak tawa dari teman temannya.

Tak sedikit siswa yang sedang berada disekitar sana berhenti menyaksikan adegan itu hingga membuat kerumunan. Disaat Clara dan temannya asik tertawa, Kaza menatap Clara geram.

Byur Kaza menyiramkan sisa minuman tadi tepat ke rambut Clara. Bisa dibayangkan betapa lengketnya rambut Clara pagi itu. “Yahh, sengaja juga nih gue.”

Bisikan bisikan dari siswa yang menonton pun terdengar. Ada yang tertawa puas, ada yang diam diam merekam dirinya dan itu sukses membuat Clara menahan malu, “Sialan! Bener bener lo gada takut takutnya sama gue!”

“Dih? Lo siapa sampe harus gue takutin? Ogah banget takut sama sampah kaya lo,” ucap Kaza.

Karin yang menyadari makin ramai siswa yang menonton pun menarik Kaza pergi dari sana, “Udah deh, gada abisnya ngeladenin nenek lampir. Mending bersihin rok lo aja yuk.”

Mereka pun pergi meninggalkan kerumunan dan juga Clara yang masih berteriak melontarkan umpatannya kepada Kaza.


Sesampainya di kelas, Kaza langsung duduk di bangkunya. Oliv melihat rok yang Kaza gunakan basah langsung bertanya, “Rok lo kenapa anjir? Kok basah?”

“Disiram nenek lampir,” itu bukan jawaban dari Kaza, melainkan dari Karin.

Oliv menggebrak meja hingga menimbulkan suara, “Hah?!” KOK BISA??”

“Bisa ga jangan gebrak meja? Kaget gue,” ucap Karin.

“Ihh jawab gue dulu, kok bisa disiram?”

Karin yang menjelaskan kepada Oliv karna Kaza sedang sibuk membersihkan rok nya dengan tisu.

Selesai bercerita, Oliv menatap Karin dengan tatapan tak percaya. “Anjir bener bener ya tuh orang, ga ada abis nya cari masalah.”

“Za, ganti pake rok gue mau?” tawar Oliv.

Kaza mendongak melihat Oliv, “Lo bawa dua?” Oliv menganggukan kepalanya.

“Ini rok sengaja gue tinggal di loker, buat jaga jaga sih. Pake aja,” ucap Oliv sambil memberikan rok cadangannya.

“Thanks ya.” Baru saja bangun dari duduknya, suara dari speaker sekolah menyebut nama Kaza.

'Perhatian, kepada Kazalea kelas 12 IPS 2 diharap segera ke ruang kepala sekolah, terima kasih.'

Tentunya se isi kelas menatap dirinya, 'Lagi? Dasar, tukang bully kok ngaduan.'

Kaza berdiri di depan pintu toilet, menunggu Karin yang berada di dalam. Tangannya memegang sebuah roti pesanan Oliv dan es jeruk milik Karin. Sesekali ia berbalas sapa kepada siswa yang lewat. Sejak kejadian ia melawan Clara, banyak siswa yang begitu senang menyapa dirinya.

Diliriknya jam tangan berwarna silver ditangan sebelah kiri,.15 menit lagi bel masuk berbunyi. “Rin! Udah belum? Mau bel nih,” ucap nya.

Karin berjalan sambil merapikan pakaiannya, “Udah yuk.” Kaza memberikan es jeruk milik Karin, namun setengah isi minuman tersebut malah mengguyur rok milik Kaza karna ada yang menyenggol dirinya.

“Kaza!” Karin memekik tertahan melihat Kaza yang terkejut karna roknya basah.

Tak lain dan tak bukan, orang yang menyenggol lengan Kaza adalah Clara. “Yahh, maaf ya sengaja,” ujar Clara diikuti dengan suara gelak tawa dari teman temannya.

Tak sedikit siswa yang sedang berada disekitar sana berhenti menyaksikan adegan itu hingga membuat kerumunan. Disaat Clara dan temannya asik tertawa, Kaza menatap Clara geram.

Byur Kaza menyiramkan sisa minuman tadi tepat ke rambut Clara. Bisa dibayangkan betapa lengketnya rambut Clara pagi itu. “Yahh, sengaja juga nih gue.”

Bisikan bisikan dari siswa yang menonton pun terdengar. Ada yang tertawa puas, ada yang diam diam merekam dirinya dan itu sukses membuat Clara menahan malu, “Sialan! Bener bener lo gada takut takutnya sama gue!”

“Dih? Lo siapa sampe harus gue takutin? Ogah banget takut sama sampah kaya lo,” ucap Kaza.

Karin yang menyadari makin ramai siswa yang menonton pun menarik Kaza pergi dari sana, “Udah deh, gada abisnya ngeladenin nenek lampir. Mending bersihin rok lo aja yuk.”

Mereka pun pergi meninggalkan kerumunan dan juga Clara yang masih berteriak melontarkan umpatannya kepada Kaza.


Sesampainya di kelas, Kaza langsung duduk di bangkunya. Oliv melihat rok yang Kaza gunakan basah langsung bertanya, “Rok lo kenapa anjir? Kok basah?”

“Disiram nenek lampir,” itu bukan jawaban dari Kaza, melainkan dari Karin.

Oliv menggebrak meja hingga menimbulkan suara, “Hah?!” KOK BISA??”

“Bisa ga jangan gebrak meja? Kaget gue,” ucap Karin.

“Ihh jawab gue dulu, kok bisa disiram?”

Karin yang menjelaskan kepada Oliv karna Kaza sedang sibuk membersihkan rok nya dengan tisu.

Selesai bercerita, Oliv menatap Karin dengan tatapan tak percaya. “Anjir bener bener ya tuh orang, ga ada abis nya cari masalah.”

“Za, ganti pake rok gue mau?” tawar Oliv.

Kaza mendongak melihat Oliv, “Lo bawa dua?” Oliv menganggukan kepalanya.

“Ini rok sengaja gue tinggal di loker, buat jaga jaga sih. Pake aja,” ucap Oliv sambil memberikan rok cadangannya.

“Thanks ya.” Baru saja bangun dari duduknya, suara dari speaker sekolah menyebut nama Kaza.

'Perhatian, kepada Kazalea kelas 12 IPS 2 diharap segera ke ruang kepala sekolah, terima kasih.'

Tentunya se isi kelas menatap dirinya, 'Lagi? Dasar, tukang bully kok ngaduan.'