mazcchiato

Setelah berhasil memaksa Jerian untuk hadir di acara tahunan sekolah, kini Jerian dan Kaza sampai di parkiran sekolah.

“Kamu beneran gapapa?” tanya Jerian.

Kaza menghela nafasnya malas, “Abang udah nanya itu sepuluh kali, aku gapapa bang ya ampun,” jawabnya.

“Ya abang takut kamu masih sakit, pulang aja deh yuk?”

“Abang aja sana yang pulang,”

“Hih! Dasar bocil,” ledek Jerian ketika melihat Kaza memasang wajah cemberut.

Keduanya keluar dari mobil, Kaza menghampiri teman-temannya yang menyambutnya dengan senang hati. Sedangkan Jerian pergi ke tempat yang berisi donatur dan tamu-tamu penting.

“Kaza! Lo beneran dateng?” tanya Oliv.

“Ya dateng dong, ini acara tahunan pertama gue yakali ga dateng,” sahutnya.

“Si Karin mana?” tanya Kaza.

“Biasalah, bareng anak osis. Eh duduk yuk,” ajak Oliv yang menariknya duduk bersama anak-anak kelas XII IPS 2.

Acara demi acara dilewati hingga sampai dimana Jerian naik ke atas panggung untuk mengucapkan sepatah dua patah kata.

“Saya selaku pemilik SMA Garuda meminta maaf atas kejadian yang terjadi selama ini, sesungguhnya saya benar-benar tidak mengetahui kalau adanya pembullyan dan pemungutan uang yang tidak saya perintahkan. Untuk kebijakan penggantian uang yang telah dimintai pihak sekolah akan saya berikan surat pemberitahuan pada minggu depan. Dan selanjutnya dengan resmi saya mencabut jabatan kepala sekolah yang saat ini dijabat oleh Retna Raharja, untuk pengganti kepala sekolah selanjutnya akan segera saya cari. Untuk sementara sekolah ini akan dipimpin oleh saya sendiri.”

Jerian melanjutkan beberapa kalimat lagi lalu menutup pidato tersebut.

Kaza tersenyum melihat sang kakak dari tempat duduknya.

“Abang lo ganteng juga ya Za, lo mau jadi adek gue ga?” ucap Oliv sambil tertawa.

“Enak aja, gue udah punya calon kakak ipar,”

“Oh ya? Siapa?”

“Kak Bita,”

“Wahh, nanti kalo gue beli matcha cake kasih diskon ya,”

Mereka berdua lalu tertawa dengan topik pembicaraan.

Tawa mereka terhenti ketika nama Kaza disebut oleh sang pembawa acara.

'Ini saatnya,' batin Kaza.

Ia berjalan naik ke arah panggung, pembawa acara memberikan waktu untuk Kaza berbicara.

“Halo semua! Saya Kazalea Atlanna, ya, saya adik dari Jerian Atlanno. Maaf karna selama ini saya menutupi identitas asli, tujuan saya menutupinya karna saya hanya ingin mengetahui mana yang benar-benar tulus berteman dengan saya bukan yang mau berteman karna saya merupakan pemilik sekolah ini,” Kaza tidak lama memberikan sambutannya, kemudian ia memanggil sebuah nama untuk naik ke atas panggung, Clara.

Clara maju dengan menundukkan kepalanya, malu.

“So, guys, Clara akan menyampaikan beberapa kata untuk kalian,” ucap Kaza sambil melirik ke arah Clara.

Clara memandang setiap orang yang menontonnya, perasaan berkecamuk. Tak ada lagi seorang Clara yang berani membully, tak ada lagi seorang Clara yang berlindung dibalik jabatan orang tuanya. Hanya ada Clara yang sedang menanggung malu atas perbuatan dirinya dan juga ibunya.

“Saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada kalian semua, terutama kepada kalian yang pernah menjadi korban bully saya. Saya benar-benar memohon maaf, saya menyesal atas perbuatan yang saya dan ibu saya lakukan. Saya akan bertanggung jawab dan menerima hukuman yang akan diberikan dari pihak sekolah maupun dari pihak korban. Saya harap kalian mau menerima permintaan maaf saya,” Clara mengakhiri ucapannya dan berjalan mendekati Kaza.

“Maaf,” lirih Clara.

Kaza mengusap pundak Clara, “Gue beneran berharap lo bener-bener nyesel atas semua perbuatan lo, gue juga berharap lo bisa ikhlas ngejalanin hukuman yang akan lo terima,” ucap Kaza dengan senyum yang terukir indah di wajahnya.

'Semua udah selesai, tujuan, misi, semua usaha gue berhasil,'

Jerian sampai di alamat yang diberikan Angel, ia datang bersama Bita. Sebuah rumah yang terdapat dua mobil hitam terpakir di halaman rumah itu.

Jerian langsung berlari menuju pintu namun tertahan oleh orang yang disuruh Gio, “Dimana adek gue anjing!”

“Lo ga boleh masuk!” ucap salah satu penjaga.

“Ga butuh perintah lo, sialan!” Jerian memukuli satu persatu orang-orang itu tanpa mengenal ampun.

Bita yang merasa ada peluang untuk masuk langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Kaza.

“Kaza! Kaza!” panggilnya dengan berteriak berharap Kaza menjawab panggilannya.

Ditelusurinya setiap ruangan disana. Saat Bita ingin membuka sebuah pintu, ada sebuah pukulan tepat mengenai bahunya. Untung saja Bita memiliki sedikit kemampuan untuk bela diri.

“Kak Bita!” teriak Kaza saat dari arah berlawanan ada seorang yang ingin memukul Bita dengan sebuah balok kayu. Dengan cepat Kaza memukul orang tersebut hingga pingsan.

Bita menendang orang yang sedari tadi menjadi lawannya sampai tumbang, “Kaza! Kamu gapapa?”

Kaza mengangguk cepat, “Aku gapapa! Dimana abang? Aku harus kasih tahu sesuatu!”

“Di luar!”

Mereka berlari menuju halaman untuk menghampiri Jerian. Terlihat jelas orang-orang yang tadi melawan Jerian sudah berhasil terkalahkan.

“Abang!” Jerian menoleh melihat kedatangan Bita dan Kaza.

Kaza berlari menghampiri Jerian dengan sedikit perasaan lega telah berhasil bertemu Jerian. Namun, ketika sedikit lagi mendekati Jerian, sebuah tembakan mengenai Kaza.

Kaza terjatuh tepat dipelukan Jerian bersamaan dengan bunyi sirine mobil polisi yang dibawa Juan.

“Kaza!!” teriak Jerian ketika merasakan tubuh Kaza melemas. Baju yang dikenakan Kaza pun sudah berlumur darah membuat Jerian yang memeluknya ikut terkena darah itu.

“Abang .... ” lirih Kaza.

“It's okey, Kaza udah abang peluk .... ” didekapnya tubuh Kaza dengan erat seolah menguatkan Kaza.

Polisi langsung masuk ke dalam rumah itu untuk mengamankan semua orang yang terlibat. Juan yang melihat Kaza bersimpuh darah langsung menghubungi ambulan.

Jerian terduduk dengan posisi masih memeluk Kaza, “Abang .... aku berhasil .... aku tahu siapa pembunuh papa,” ucap Kaza dengan pelan sambil tersenyum menahan rasa sakit. Pikirannya berkecamuk takut kalau harus pergi meninggalkan Jerian, walaupun begitu setidaknya ia merasa lega karna berhasil menemukan pembunuh orang tuanya.

Air mata sukses turun dari mata Jerian, hatinya sakit melihat Kaza yang tertembak. Segala penyesalan menyelimuti Jerian. Jerian menganggukan kepalanya sambil tersenyum lirih, “You did it, Kaza hebat, kamu berhasil.”

“Abang .... tugas aku selesai .... Aku .... sakit bang .... “

Jerian menggeleng kuat, “No .... Kaza kuat, bertahan sebentar ya, jangan tinggalin abang, tolong .... “

Kaza tersenyum, “Tugas aku selesai, aku berhasil ....”

“Aku sayang abang ....” ucap Kaza terakhir sebelum ia menutup matanya.

“ENGGAK! KAZA! BANGUN ZA!”

Kaza masuk ke mobil ambulan untuk segera diberi penanganan di rumah sakit.

Jerian menangis ketika mobil ambulan pergi meninggalkan lokasi, memanggil nama adiknya berulang kali. Bita yang tadinya shock langsung tersadar, ia memeluk Jerian dari samping.

“Kak, lo pergi aja susul Kaza, ini biar gue yang urus,” ucap Juan yang di-iyakan Bita.

'Kaza, tolong bertahan.'

Kaza membuka matanya tepat setelah kain yang menutupi wajahnya terbuka. Dirinya duduk dengan tangan terikat ke belakang dan mulut yang disumpal dengan kain. Berada disebuah ruangan kosong yang penuh debu seperti tidak dibersihkan bertahun-tahun membuatnya merasa pengap.

Ia sadar seseorang menculiknya setelah ia sampai di rumah dan baru saja keluar dari mobil. Orang-orang berpakaian serba hitam datang mengeroyok dirinya. Walaupun Kaza sempat melawan, namun tenaganya masih tidak cukup untuk melawan orang-orang tersebut.

Derap langkah kaki terdengar olehnya, seseorang masuk ke ruangan tersebut. Seorang laki-laki paruh baya dengan setelan jas hitam dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya menatap Kaza dengan tatapan meremehkan.

“Halo, Kazalea Atlanna,” sapa laki-laki itu.

Kaza menatap laki-laki itu sinis, sesekali ia berusaha melepas ikatan tangannya. Laki-laki yang Kaza ingat wajahnya saat bertemu di bandara waktu itu dan laki-laki yang selama ini Kaza ingin habiskan dengan tangannya sendiri, Gio Raharja.

Dibukanya kain yang menyumpal mulut Kaza. Di posisi yang cukup dekat, Kaza menendang Gio tepat di area tulang keringnya.

Gio hanya terkekeh pelan sambil menahan sakit akibat tendangan Kaza, “Sebuah perkenalan yang bagus, putri kecilnya Atla,”

“Kenapa bunuh papa?!” tanya Kaza to the point.

“Wow, kayanya kamu sudah tahu tentang itu ya? Atla pasti bangga kalau tahu anaknya sepintar ini untuk mengungkap sebuah rahasia.”

Kaza dibuat geram oleh Gio yang menurutnya sangat menyebalkan.

“Sebenarnya, saya tidak akan membunuh Atla kalau saja ia mau kembali bekerja sama dan memberikan saham yang besar untuk perusahaan saya,” jawab Gio.

“Papa ga akan mau kerjasama dengan orang licik seperti anda!”

Gio tertawa mendengar ucapan Kaza, “Kamu tahu kenapa saya bunuh Atla? Karna dia, perusahaan saya hancur!” ujar Gio sedikit berteriak dan membanting barang yang berada didekatnya dengan maksud menakuti Kaza.

Akan tetapi, Gio seperti salah cara, Kaza sama sekali tidak ketakutan, justru Kaza hanya tertawa kecil.

“Tapi saya ga akan tinggal diam, saya bisa buat Atla merasakan apa yang saya rasakan,”

“Kamu tahu Clara? Si pembully di sekolahmu? Dia anak saya. Kamu juga tahu Retna? Kepala sekolah yang melakukan korupsi uang sekolah? Itu istri saya. Saya yang suruh mereka melakukan itu, agar apa? Agar tidak ada seorang pun yang mau sekolah disana dan akhirnya sekolah itu bangkrut. Kamu tahu perusahaan Atlan mengalami penurunan? Itu juga ulah saya. Dan terakhir, kamu pasti kenal dengan Angel,” Kaza menunggu Gio melanjutkan ucapannya walaupun sebenarnya ia sangat ingin memukul Gio saat itu juga.

“Angel, putri pertama saya yang saya suruh untuk menipu abangmu agar Jerian memberikan semua asetnya atas nama Angel.”

Licik, pendendam, itu yang bisa Kaza simpulkan atas segala ucapan Gio. “Pengecut!” decih Kaza.

“Tapi point terakhir gagal karna hubungan mereka renggang. Dan itu semua karna kamu!” Gio menunjuk Kaza tepat di depan matanya.

“Kamu! Anak kecil sok tahu, sok kuat, yang mau mengungkap semua yang saya tutupi selama ini. Tapi saya ga perlu khawatir, karna menyingkirkan anak kecil seperti kamu adalah hal yang mudah menurut saya,” ujar Gio sambil mengeluarkan sebuah pistol dari saku belakang.

Selama Gio berbicara, Kaza melakukan berbagai cara agar ikatan tangannya terbuka. Ia mengambil pecahan vas bunga yang Gio lempar untuk memutus tali tersebut.

“Kalau kamu mati, maka semakin mudahnya saya mengambil semua harta Atla,”

“Jangan pernah harap itu terjadi, Gio.” Kaza bangkit dan berlari menuju Gio. Namun dirinya tertahan oleh orang-orang suruhan Gio. Sedangkan Gio pergi entah kemana. Kaza melakukan perlawanan yang menyebabkan wajah dan bagian tubuh lainnya terluka akibat pukulan itu.

Hanya satu yang ia pikirkan setelah berhasil mengalahkan orang suruhan Gio, memberitahu Jerian sebelum semua terlambat.

Setelah membalas pesan Bita, Kaza langsung pergi menggunakan mobilnya ke Cafe tanpa izin dengan Jerian.

Alasan Kaza tidak izin karna ia sudah terlanjur kesal dengan Jerian yang sudah seminggu sibuk sampai melupakan dirinya. Ketika ditanya tentang bukti pun Jerian enggan menjawab.

Perjalanan dari rumah menuju Cafe tak memakan waktu banyak. Suasana Cafe siang itu sangat ramai, mungkin karna sudah memasuki waktu makan siang.

Kring! Suara lonceng di pintu masuk Cafe berbunyi ketika Kaza membukanya.

Bita yang berada didekat kasir langsung berjalan menyambut kedatangan Kaza.

“Kaza!” sapa Bita.

Kaza langsung memeluk Bita sekilas, “Kak! Aku kangen deh, udah seminggu lebih ga kesini.”

Bita mengajak Kaza ke dapur untuk menunjukkan kue yang ia buat dengan resep baru.

Dicicipinya kue dengan topping strawberry itu, “Enak!” ujar Kaza dengan semangat.

Sebuah senyuman terlukis di wajah Bita setelah mendapat respon baik dari Kaza.

“Kamu orang pertama yang cicipin resep aku loh!” ucap Bita.

“Iya? Wah seneng banget jadi orang pertama,” sahut Kaza yang membuat Bita gemas.

“Kalo gitu kita keluar yuk? Kaza duduk aja, nanti aku suruh pelayan buat anterin kue nya ke meja kamu,”

“Oke deh, aku keluar duluan ya kak!”

Kaza beranjak keluar dari area dapur, sedangkan Bita pergi memanggil salah satu pegawainya untuk membawakan kue dan minuman pesanan Kaza.

Namun saat Kaza sedang berjalan menuju mejanya, ada seorang perempuan menggunakan dress pendek diatas lutut yang berjalan sambil memainkan ponselnya tanpa melihat ada Kaza.

Perempuan itu menabrak Kaza dari samping mengakibatkan minuman yang dibawanya tumpah ke baju perempuan itu.

“Lo! Jalan pake mata dong!” ucap perempuan itu membuat beberapa pengunjung menoleh kearah mereka.

Kaza mengerutkan keningnya, perempuan itu bukannya meminta maaf malah membentaknya.

“Yeuu, jelas-jelas kalo jalan tuh pake kaki! Lagian kalo jalan jangan sambil main handphone, ga liat lo ada orang lagi jalan!” Kaza kembali membentak perempuan itu.

Tak hanya dress perempuan itu yang ketumpahan minuman, tetapi hoodie yang ia gunakan juga terkena.

“Kok lo nyolot sih bukannya minta maaf! Pokoknya gue gamau tau, lo harus minta minuman gue!”

“Dih? Ogah banget minta maaf dan ganti minuman lo, orang gue ga salah kok!”

Keduanya terlibat adu mulut membuat semua pandangan pengunjung tertuju kepada mereka.

Tepat setelahnya, Jerian yang baru masuk kedalam Cafe langsung menghampiri mereka.

“Ada apa ini?” tanyanya.

Entah ada angin apa, tiba-tiba perempuan itu langsung menggandeng Jerian dan memasang muka kesal.

“Jer! Cewe ini senggol aku sampe minuman aku tumpah,” adunya.

Kaza yang melihat abangnya digandeng oleh perempuan yang ia anggap aneh itu membesarkan kedua matanya.

“Heh! Lepasin gandengan lo anjrit!”

“Lo siapa berani suruh gue lepasin?!”

Jerian hanya menatap bingung. Ia bingung karna tiba-tiba Angel bertengkar di Cafe, disisi lain ia bingung Kaza berada disana dan bertengkar dengan Angel.

Bita yang dari tadi diam memperhatikan dari jauh, langsung menghampiri mereka karna dirasa mereka tidak akan selesai bertengkar.

“Abang! Sini gak?! Ngapain sih mau aja digandeng cewe gatel bin ga jelas?!” Kaza menarik Jerian menjauh dari Angel.

“Abang?!” tanya Angel dengan sedikit berteriak.

“Iya! Kenapa? Kaget? Ga akan gue restuin lo sama abang gue!” ujar Kaza.

“Kaza, minta maaf,” ucap Jerian.

Kaza yang terkejut karna disuruh minta maaf langsung membantah, “Aku ga salah? Dia yang nabrak aku duluan, dia jalan sambil main hp terus nabrak aku. Kalo abang ga percaya tanya aja sama pengunjung lain!”

“Kaza, ayo lah ga ada salahnya minta maaf, biar kalian ga diliatin orang, malu.”

“Gak! Aku ga akan mau minta maaf sama cewe ga jelas, cewe gatel! Main gandeng-gandeng abang aja!” Kaza terus menolak.

Jerian tiba-tiba membentak Kaza, “Kazalea! Jaga ucapan kamu, ini di luar. Jangan buat abang malu, kamu cuma disuruh minta maaf aja, kenapa jadi ngatain Angel?”

Kaza membulatkan matanya menatap Jerian tak percaya. Abangnya membentak dirinya didepan banyak orang hanya untuk membela perempuan itu.

Sedangkan Angel, hanya tersenyum sinis melihat Kaza yang dibentak Jerian.

“Je, Kaza ga salah. Udah lah kenapa jadi lo bentak dia,” ucap Bita yang mulai melerai mereka.

Tanpa basa-basi, Kaza langsung keluar dan pergi meninggalkan Cafe dengan tangis yang ia tahan.

“Kaza!” panggil Jerian yang Kaza hiraukan.

Dirinya sudah terlanjur kecewa, Jerian tak pernah membentaknya apalagi didepan orang banyak, ia juga kecewa ketika Jerian lebih memilih Angel yang jelas-jelas salah.

'Mama ....' ucap Kaza dengan lirih.

Sesuai dengan perintah Melvin, Arel menunggunya tidak ditempat panas.

Arel berdiri sambil menyender disalah satu pilar disana. Ada seorang perempuan yang tidak menyadari bukunya terjatuh. Arel mengambil buku itu, berniat untuk mengembalikan.

“Hey!”

Perempuan itu menoleh, “Buku lo jatuh.”

“Ah ya, makasih ya—”

“Arel.”

Arel mendapat balasan senyum dari perempuan itu, “Makasih ya Arel.”

“Sama-sama.”

“Btw, nama lo siapa?”

“Bianca.”

“Salam kenal ya Bi–” ucapan Arel terpotong ketika Melvin memanggilnya.

“Sayang, yuk jalan.”

Keadaan menjadi canggung beberapa saat. Melvin yang mengetahui ada Bianca disana menegurnya duluan.

“Eh Bi, lo ngapain disini?” tanya Melvin.

“Ini buku gue jatoh, terus ditemuin sama Arel.”

Melvin mengangguk paham, “Yauda Bi, gue duluan ya.”

Bianca tersenyum, “Hati-hati.”


Melvin menggandeng tangan Arel dengan erat. Mereka sekarang berada di tengah ramainya pengunjung food court.

“Kamu kenal Bianca?” tanya Arel.

“Kenal. Anak BEM juga.”

Arel menganggukan kepalanya. Sebenarnya saat Melvin datang, raut wajah Bianca tadi berubah seketika menjadi senang. Ada rasa penasaran dibenak Arel, namun buru-buru ia hapuskan. Tidak mau memikirkan hal itu, Arel menarik Melvin ke salah satu meja disana.

“Kamu yang pesen ya,” ucap Arel.

“Kamu mau apa?”

“Es krim!” ucap Arel dengan semangat.

Melvin tertawa kecil melihat tingkah kekasihnya. Diacaknya pelan rambut Arel dengan gemas.

“Okey! Es krim akan segera datang tuan putri!” ujar Melvin lalu pergi menuju penjual es krim.

Tak lama Melvin pergi, notif pesan berbunyi berasal dari ponsel Melvin yang sengaja ia titipkan ke Arel.

Arel melihat sekilas notif tersebut lalu mengerutkan keningnya.

'Bianca : Melvin?'

Saat Arel ingin membuka pesan tersebut, Melvin datang dengan membawa dua es krim berbeda varian membuat Arel mengurungkan niatnya membuka pesan itu.

Terdengar suara deruman mobil memasuki garasi rumah Atla. Buru-buru Kaza berlari keluar dari ruangan Atla menghampiri Jerian. Baru saja Jerian menginjakkan kaki di ruang tengah, Kaza sudah menubruknya dengan pelukan disertai tangisan.

Jerian yang terkejut mendapat hal itu tentu heran, “Kaza kenapa? Kok nangis?”

Bukannya menjawab, Kaza malah memberikan surat yang tadi ia baca. Jerian membaca surat itu dan paham kenapa adiknya menangis seperti tadi.

“Sstt! Udah ya, Kaza jangan nangis. Nanti papa sedih gimana? Kaza harus kuat, okey?”

Kaza mengangguk sekilas lalu mengusap air matanya. Ia membuka ponsel mencari sebuah gambar.

Gambar percakapan yang tadi ia ambil dari ponsel Atla ia berikan kepada Jerian.

“Baca.”

Jerian mengerutkan keningnya, “Abang gatau masalah ini.”

“Pak Gio punya tekad buat terus kerjasama sama Papa. Dan sekarang papa ga ada akhirnya dia bisa kerjasama saka abang, aneh bukan?”

“Kita tanya Om Jo, mau?”

Kaza mengangguk antusias. Ia sangat berharap Johan dapat membantu mereka mendapatkan jawaban atas kematian Atla.

“Okey, nanti kita tanya Om Jo. Sekarang Kaza tidur ya, udah malem.”

“Bang,”

“Ya?”

“Janji kalo abang ga akan pergi tinggalin aku juga ya?”

Jerian menangkup wajah Kaza sambil tersenyum, “Janji. Apapun yang terjadi, abang janji ga akan tinggalin Kaza.”

Kaza membalas ucapan Jerian dengan senyum manisnya, “Night abang.”

Kaza pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Menyiapkan diri untuk hari esok yang mungkin akan terasa melelahkan.

Kaza meng-screenshot chat tersebut dan mengirim ke ponsel miliknya.

“Papa udah batalin kerjasama sama Pak Gio dan Pak Gio maksa untuk kerjasama kembali tapi gagal, dan sekarang abang kerjasama sama perusahaannya Pak Gio?”

“It is weird, apa abang gatau masalah ini sebelumnya?”

Kaza berfikir kejadian ini sangat aneh. Menurutnya, Pak Gio ini seperti sangat ingin bekerjasama dengan perusahaan milik Atla.

Perhatian Kaza beralih ke sebuah brangkas yang ia temukan.

“Ini isinya apa ya? Gue gatau kuncinya lagi,” keluhnya.

Ia mencari petunjuk untuk membuka brangkas tersebut, Kaza malah menemukan sebuah tulisan di bagian bawah brangkas.

Kazalea's Birthday.

Kaza langsung mencoba membuka pintu brangkas tersebut dengan tanggal lahirnya.

Dan pintu brangkas tersebut berhasil terbuka. Di dalamnya terdapat foto keluarga, foto Jerian dan Kaza waktu kecil, dan beberapa surat.

Tangan Kaza tergerak mengambil sebuah surat berwarna biru dengan cover bertuliskan namanya.

Happy Sweet Seventeen

Kazalea, putri papa.

Halo anak papa yang paling cantik! Selamat Ulang Tahun ya nak. Umurmu sekarang sudah 17 tahun. Sudah mulai memasuki masa pendewasaan. Kazalea, putri papa, papa selalu berdoa yang terbaik untuk kamu. Kazalea anak yang baik, anak pintar, anak papa yang paling cantik. Papa sayang sekali sama kamu, maaf kalau papa masih banyak kurangnya dalam menjaga, mendidik, dan merawat kamu ya nak.

Kaza, waktu itu kamu pernah bertanya kenapa kamu ga pernah papa kenalin ke teman bisnis papa, ga pernah papa ajak kerja keluar kota, bahkan papa juga pernah menyuruh kamu untuk menutupi nama belakangmu kan? Sedangkan Abangmu, Jerian, ia lebih sering papa ajak dan tidak menutupi namanya. Papa rasa diumur kamu yang sekarang, sudah waktunya papa memberitahu semuanya.

Kazalea cantiknya papa, ketahuilah nak, dunia bisnis itu kejam. Persaingannya pun seram, bisa membawa dampak ke keluarga. Papa gak mau Kaza kena celaka karna hal itu, bukan pula papa mau abangmu saja yang kena tapi papa tahu, abangmu bisa menjaga dirinya sendiri karna sudah papa ajarkan.

Jadi menurut papa, salah satu cara menjaga Kaza adalah dengan hal itu. Maaf kalau kamu jadi berfikir yang tidak², papa harap kamu mengerti nak. Papa sayang sekali sama Kaza. Rasanya kalau ada yang menyakiti Kaza, hati papa sakit sekali. Makanya papa tidak akan biarkan seorangpun berani menyentuh dan menyakiti Kaza. Kamu itu berharga nak, kamu pantas untuk dunia yang baik bukan dunia yang jahat.

Kaza tahu tidak mengapa papa ajarkan Kaza untuk belajar bela diri? Karna papa yakin tidak selamanya papa bisa menjaga Kaza. Papa minta maaf ya kalau nanti papa tidak bisa menjaga Kaza lagi. Papa bangga sekali punya anak seperti Kaza. Jaga diri baik-baik ya nak, sekali lagi selamat ulang tahun.

Tertanda, Papa <3.

Kaza menangis tersedu-sedu setelah membaca surat itu. Bahkan ia sudah tak peduli dengan ulang tahunnya yang jatuh tepat sebulan setelah Atla meninggal dunia.

Di ruang itu, Kaza menangis sepuasnya sambil memeluk foto Atla dan surat ulangtahun untuknya.

Papa, terima kasih sudah menjadi papa terbaik, terima kasih sudah menjaga Kaza, aku juga sayang papa, selalu, selamanya.

Kaza meng-screenshot chat tersebut dan mengirim ke ponsel miliknya.

“Papa udah batalin kerjasama sama Pak Gio dan Pak Gio maksa untuk kerjasama kembali tapi gagal, dan sekarang abang kerjasama sama perusahaannya Pak Gio?”

“It is weird, apa abang gatau masalah ini sebelumnya?”

Kaza berfikir kejadian ini sangat aneh. Menurutnya, Pak Gio ini seperti sangat ingin bekerjasama dengan perusahaan milik Atla.

Perhatian Kaza beralih ke sebuah brangkas yang ia temukan.

“Ini isinya apa ya? Gue gatau kuncinya lagi,” keluhnya.

Ia mencari petunjuk untuk membuka brangkas tersebut, Kaza malah menemukan sebuah tulisan di bagian bawah brangkas.

Kazalea's Birthday.

Kaza langsung mencoba membuka pintu brangkas tersebut dengan tanggal lahirnya.

Dan pintu brangkas tersebut berhasil terbuka. Di dalamnya terdapat foto keluarga, foto Jerian dan Kaza waktu kecil, dan beberapa surat.

Tangan Kaza tergerak mengambil sebuah surat berwarna biru dengan cover bertuliskan namanya.

Happy Sweet Seventeen

Kazalea, putri papa.

Halo anak papa yang paling cantik! Selamat Ulang Tahun ya nak. Umurmu sekarang sudah 17 tahun. Sudah mulai memasuki masa pendewasaan. Kazalea, putri papa, papa selalu berdoa yang terbaik untuk kamu. Kazalea anak yang baik, anak pintar, anak papa yang paling cantik. Papa sayang sekali sama kamu, maaf kalau papa masih banyak kurangnya dalam menjaga, mendidik, dan merawat kamu ya nak.

Kaza, waktu itu kamu pernah bertanya kenapa kamu ga pernah papa kenalin ke teman bisnis papa, ga pernah papa ajak kerja keluar kota, bahkan papa juga pernah menyuruh kamu untuk menutupi nama belakangmu kan? Sedangkan Abangmu, Jerian, ia lebih sering papa ajak dan tidak menutupi namanya. Papa rasa diumur kamu yang sekarang, sudah waktunya papa memberitahu semuanya.

Kazalea cantiknya papa, ketahuilah nak, dunia bisnis itu kejam. Persaingannya pun seram, bisa membawa dampak ke keluarga. Papa gak mau Kaza kena celaka karna hal itu, bukan pula papa mau abangmu saja yang kena tapi papa tahu, abangmu bisa menjaga dirinya sendiri karna sudah papa ajarkan.

Jadi menurut papa, salah satu cara menjaga Kaza adalah dengan hal itu. Maaf kalau kamu jadi berfikir yang tidak², papa harap kamu mengerti nak. Papa sayang sekali sama Kaza. Rasanya kalau ada yang menyakiti Kaza, hati papa sakit sekali. Makanya papa tidak akan biarkan seorangpun berani menyentuh dan menyakiti Kaza. Kamu itu berharga nak, kamu pantas untuk dunia yang baik bukan dunia yang jahat.

Kaza tahu tidak mengapa papa ajarkan Kaza untuk belajar bela diri? Karna papa yakin tidak selamanya papa bisa menjaga Kaza. Papa minta maaf ya kalau nanti papa tidak bisa menjaga Kaza lagi. Papa bangga sekali punya anak seperti Kaza. Jaga diri baik-baik ya nak, sekali lagi selamat ulang tahun.

Tertanda, Papa <3.

Kaza menangis tersedu-sedu setelah membaca surat itu. Bahkan ia sudah tak peduli dengan ulang tahunnya yang jatuh tepat sebulan setelah Atla meninggal dunia.

Di ruang itu, Kaza menangis sepuasnya sambil memeluk foto Atla dan surat ulangtahun untuknya.

Papa, terima kasih sudah menjadi papa terbaik, terima kasih sudah menjaga Kaza, aku juga sayang papa, selalu, selamanya.

Setelah menemukan kunci dan membuka lemari sesuai perintah Jerian, Kaza langsung mencari dimana ponsel Atla berada.

Namun saat mencarinya, Kaza malah menemukan sebuah brangkas kecil yang entah apa isinya. Kaza mengeluarkan brangkas tersebut dan ponsel yang telah ia temukan. Sayangnya, ponsel berwarna hitam itu mati total. Entah rusak karna kecelakaan atau baterainya habis.

Buru buru Kaza mencari charger miliknya. Ia mencoba menghidupkan kembali ponsel itu.

'Finally!' batinnya saat ponsel itu hidup kembali.

Kaza membuka semua aplikasi pesan di sana, untungnya ponsel itu tidak dikunci. Ia mengecek satu persatu pesan yang dikirim maupun yang diterima Atla sebelum kecelakaan.

Dan akhirnya ia berhenti disalah satu room chat Atla dengan seseorang bernama Gio. Ia seketika mengingat siapa Gio karna ia merasa pernah mendengar nama itu.

“Pak Gio? Rekan bisnis abang sama papa waktu dulu kan?”

Di room chat itu ada beberapa pesan yang menarik perhatian Kaza.

Ruangan dengan interior bernuansa serba hitam masih terlihat rapi walaupun sudah berdebu karna tidak dihuni selama 8 bulan yang lalu.

Kaza berkeliling ruangan melihat dokumen dan buku buku yang masih tersusun sama seperti sebelumnya. Karna merasa ruangan tersebut kotor, Kaza berinisiatif membersihkan ruangan itu.

Diambilnya kemoceng untuk membersihkan sebuah rak disudut pojok ruang. Kaza mengambil semua dokumen di rak tersebut agar mudah membersihkan rak itu.

Namun karna berkas dokumen tersebut banyak, Kaza jadi tak mampu membawanya dengan seimbang. Beberapa dokumen jatuh berserakan.

“Ah pake jatoh segala.”

Tangannya terhenti memegang sebuah map yang bertuliskan, 'Raharja Corp.'

“Raharja? Nama perusahaan yang om Jo bilang?” ucap Kaza.

Dirinya membuka map tersebut dan membaca setiap isi dokumen dengan teliti. Hingga berhenti di satu surat yang ada bertuliskan, Surat Pembatalan Kerjasama. Dimana surat tersebut ditanda tangani satu minggu sebelum kedua orangtuanya meninggal.

“Papa batalin kerjasama sama Raharja Corp seminggu sebelum kejadian. Dan dihari papa meninggal om Jo bilang papa ngobrol sama pemilik perusahaan ini .... jangan bilang?”

Kaza langsung mencari ponselnya dan menghubungi Jerian.